I. PENDAHULUAN
Shofwah at-Tafasir merupakan kitab
tafsir karangan As-Shobuni. Beliau menyebutnya sebagai kumpulan tafsir bi
al-ma’tsur dan tafsir bi al-ma’qul. Menyinggung alasan penamaan kitabnya ini
beliau menjelaskan, “aku menamai kitabku Shofwah at-Tafasir karena memuat inti
dari kitab-kitab tafsir besar yang ku susun lebih ringkas, tertib, mudah,
jelas, dan lugas “. Tafsir-tafsir besar yang beliau ambil sebagai rujukan: tafsir at-Thobari, tafsir Kasyaf karya
Zamakhsyari, tafsir Qurthubi, tafsir Ruhul Ma’ani karya Al-Alusi, tafsir Ibnu
Katsir, tafsir Bahrul Muhith karya Abi Hayyan, juga dari beberapa kitab tafsir
lain dan buku-buku ulumul Qur’an. Dalam Muqoddimahnya, as-Shobuni sedikit
curhat mengenai proses kreatif penulisan kitab tafsir ini, “aku merampungkan
penulisan kitab ini selama lima tahun siang dan malam. Dan aku tidak menulis
sesuatu dalam kitab tafsir ini kecuali setelah aku benar-benar membaca apa yang
ditulis ulama-ulama tafsir pada kitab mereka. Sekaligus meneliti dengan
sungguh-sungguh supaya aku bisa menilai mana diantara pendapat mereka yang
paling benar lalu aku mengunggulkannya”.
Di antara alasan yang membuat
penulis tafsir ini tergerak untuk menyusun kitab tafsirnya adalah banyaknya
kitab tafsir dan ulumul Qur’an yang ditulis oleh para ulama, bahkan di
antaranya merupakan kitab-kitab yang “gemuk” dan pastinya sangat berjasa
membantu ulama dan masyarakat dalam memahami Al-Qur’an secara benar. Namun
karena tingkat pendidikan dan kebudayaan manusia yang berbeda-beda, menjadikan
di antara mereka masih merasa sulit menggapai pesan yang ingin disampaikan
seorang mufassir dalam kitabnya. Nah, salah satu solusi mengatasi hal ini, maka
seorang ulama dituntut untuk terus berusaha mempermudah dan meminimalisir
kesulitan dalam kitab tafsirnya, supaya maknanya bisa lebih terjangkau
masyarakat luas.
Syaikhul Azhar DR. Abdul Halim
Mahmud memberikan komentar tentang kitab ini, “Shofwah at-Tafasir adalah hasil
penelitian penulis terhadap kitab-kitab besar tafsir, kemudian ditulis ulang
dengan mengambil pendapat terbaik dari kitab-kitab tersebut yang disusun secara
ringkas dan mudah”. Begitu pun yang di sampaikan DR.Rosyid bin Rojih tentang
Shofwah at-Tafasir, “ kitab ini sangat berharga, meringkas apa yang dikatakan
ulama-ulama besar tafsir dengan menggunakan tata bahasa yang sederhana, tekhnik
pengungkapan yang mudah dan lugas, disertai penjelasan dari segi kebahasaannya.
Sungguh sangat memudahkan penuntut ilmu dalam memahaminya”.
II. RUMUSAN MASALAH
Dari pemaparan di atas serta untuk menjelaskan tentang makalah ini,
kami akan merumuskan beberapa pokok masalah sebagai berikut :
A. Bagaimana
biografi Ali Ash Shobuni?
B.
Apa
Permasalahannya dalam kitab Shofwah at-Tafasir?
C. Bagaimana Metode
dan sistematika?
III. PEMBAHASAN
A.
Biografi
Ali Ash Shobuni
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Jamil
As-Shobuni. Beliau lahir di kota Helb Syiria pada tahun 1928 M. Setelah lama
berkecimpung dalam dunia pendidikan di Syiria, beliau pun melanjutkan
pendidikannya di Mesir, dan merampungkan program magisternya di universitas
Al-Azhar mengambil tesis khusus tentang perundang-undangan dalam islam pada
tahun 1954 M. Saat ini bermukim di Mekkah dan tercatat sebagai salah seorang
staf pengajar tafsir dan ulumul Qur’an di fakultas Syari’ah dan Dirosat
Islamiyah universitas Malik Abdul Aziz Makkah.
Beliau juga dikenal sebagai pakar ilmu Al-Qur’an, Bahasa
Arab, Fiqh, dan Sastra Arab. Abdul Qodir Muhammad Shalih dalam “Al-Tafsir wa
al-Mufassirun fi al-A’shri al-hadits” menyebutnya sebagai akademisi yang
ilmiah dan banyak menelurkan karya-karya bermutu”. Di antara karya-karya
beliau: “Al-Mawarits fi al-Syari’ah al-Islamiyyah”, “ al-Nubuwwah wa
al-Anbiya”, “min Kunuz as-Sunnah”, “Risalah as-Shalah”,. Nama besar
Syekh Muhammad Ali al-Shabuni begitu mendunia. Beliau merupakan seorang ulama
dan ahli tafsir yang terkenal dengan keluasan dan kedalaman ilmu serta sifat
wara-nya. nama lengkap beliau adalah Muhammad Ali Ibn Ali Ibn Jamil al-Shabuni.
Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 1347 H/1928 M alumnus Tsanawiyah
al-Syari’ah. Syekh al-Shabuni dibesarkan di tengah-tengah keluarga terpelajar.
Ayahnya, Syekh Jamil, merupakan salah seorang ulama senior di Aleppo. Ia
memperoleh pendidikan dasar dan formal mengenai bahasa Arab, ilmu waris, dan
ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan langsung sang ayah. Sejak usia kanak-kanak,
ia sudah memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam menyerap berbagai ilmu
agama. Di usianya yang masih belia, Al-Shabuni sudah hafal Alquran. Tak heran
bila kemampuannya ini membuat banyak ulama di tempatnya belajar sangat menyukai
kepribadian al-Shabuni[1].
Guru-gurunya Salah satu guru beliau
adalah sang ayah, Jamil al-Shabuni. Ia juga berguru pada ulama terkemuka di
Aleppo, seperti Syekh Muhammad Najib Sirajuddin, Syekh Ahmad al-Shama, Syekh
Muhammad Said al-Idlibi, Syekh Muhammad Raghib al-Tabbakh dan Syekh Muhammad
Najib Khayatah.
Untuk menambah pengetahuannya,
al-Shabuni juga kerap mengikuti kajian-kajian para ulama lainnya yang biasa
diselenggarakan di berbagai masjid.Setelah menamatkan pendidikan dasar,
al-Shabuni melanjutkan pendidikan formalnya di sekolah milik pemerintah,
Madrasah al-Tijariyyah. Di sini, ia hanya mengenyam pendidikan selama satu
tahun. Kemudian, ia meneruskan pendidikan di sekolah khusus syariah,
Khasrawiyya, yang berada di Aleppo. Saat bersekolah di Khasrawiyya, ia tidak
hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu Islam, tetapi juga mata pelajaran umum. Ia
berhasil menyelesaikan pendidikan di Khasrawiyya dan lulus tahun 1949.
Atas beasiswa dari Departemen Wakaf
Suriah, ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Mesir, hingga
selesai strata satu dari Fakultas Syariah pada tahun 1952. Dua tahun
berikutnya, di universitas yang sama, ia memperoleh gelar magister pada
konsentrasi peradilan Syariah (Qudha asy-Syariyyah). Studinya di Mesir
merupakan beasiswa dari Departemen Wakaf Suria.
Selepas dari Mesir, al-Shabuni
kembali ke kota kelahirannya, beliau mengajar di berbagai sekolah menengah atas
yang ada di Aleppo. Pekerjaan sebagai guru sekolah menengah atas ini ia lakoni
selama delapan tahun, dari tahun 1955 hingga 1962. Setelah itu, ia mendapatkan
tawaran untuk mengajar di Fakultas Syariah Universitas Umm al-Qura dan Fakultas
Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz. Kedua universitas ini berada
di Kota Makkah. Ia menghabiskan waktu dengan kesibukannya mengajar di dua
perguruan tinggi ini selama 28 tahun. Karena prestasi akademik dan kemampuannya
dalam menulis, saat menjadi dosen di Universitas Umm al-Qura, al-Shabuni pernah
menyandang jabatan ketua Fakultas Syariah. Ia juga dipercaya untuk mengepalai
Pusat Kajian Akademik dan Pelestarian Warisan Islam. Hingga kini, ia tercatat
sebagai guru besar Ilmu Tafsir pada Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas
King Abdul Aziz[2].
Di samping mengajar di kedua
universitas itu, Syekh al-Shabuni juga kerap memberikan kuliah terbuka bagi
masyarakat umum yang bertempat di Masjidil Haram. Kuliah umum serupa mengenai
tafsir juga digelar di salah satu masjid di Kota Jeddah. Kegiatan ini
berlangsung selama sekitar delapan tahun.Setiap materi yang disampaikannya
dalam kuliah umum ini, oleh al-Shabuni, direkam-nya dalam kaset. Bahkan, tidak
sedikit dari hasil rekaman tersebut yang kemudian ditayangkan dalam program
khusus di televisi. Proses rekaman yang berisi kuliah-kuliah umum Syekh
ash-Shabuni ini berhasil diselesaikan pada tahun 1998.
Di samping sibuk mengajar,
al-Shabuni juga aktif dalam organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim
Dunia, ia menjabat sebagai penasihat pada Dewan Riset Kajian Ilmiah mengenai
Al-Qur’an dan Sunnah. Ia bergabung dalam organisasi ini selama beberapa tahun.
Setelah itu, ia mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk menulis dan melakukan
penelitian. Salah satu karyanya yang terkenal adalah “Shafwah al-Tafaasir”.
Kitab tafsir Al-Qur’an ini merupakan salah satu tafsir terbaik, karena luasnya
pengetahuan yang dimiliki oleh sang pengarang. Selain dikenal sebagai hafiz
Al-Qur’an, Al-Shabuni juga memahami dasar-dasar ilmu tafsir, guru besar ilmu
syariah, dan ketokohannya sebagai seorang intelektual Muslim.
B.
Shofwah
at-Tafasir dan Permasalahannya
Di antara karya-karya besar as-Shobuni, Shofwatut-Tafasir
adalah yang paling banyak mengundang polemik. Polemik ini lahir terutama saat
beliau menafsirkan suatu ayat a la asy’ary [dengan menggunakan methode ta’wil].
Misal sebagaimana yang dipaparkan syeikh Sholih bin Fauzan:
[Surat Al-baqoroh ayat:112] ”… بلى من أسلم وجهه لله…” Dalam menafsirkan ayat ini as-Shobuni
mengutip pendapat dari Imam al-Rozi dalam tafsirnya Tafsir Kabir yang
menakwilkan “الوجه” dengan “النفس” , maka makna ayat ini menurut al-Rozi: “
memasrahkan diri untuk selalu taat kepada Allah”. Dengan mengambil justifikasi
dari ayat: “كل شيء هالك الا وجهه “. Ini hanya satu dari tafsir ayat yang disentil oleh syeikh
Sholih bin Fauzan salah seorang ulama Saudi yang menyebut ta’wil pada ayat ini
sebagai ta’wil bathil karena ta’wil al-wajh dengan makna ad-zat
[sebagaimana manusia] sama dengan meniadakan sifat Allah yang telah pasti.
Untuk juz 1 saja Syeikh Sholih bin Fauzan mencatat 54 kesalahan dari berbagai
macam disiplin ilmu [termasuk Fiqh, dll].
Keseluruhan kesalahan syeikh as-Shobuni dalam Shofwah
at-Tafasir beliau rangkum dalam kitabnya “Al-bayan li Akhtho’i ba’dhi
al-Kitab”. Masuk dalam barisan panjang ulama penolak tafsir ini di
antaranya: Syeikh Muhammad Jamil Zainu [pengajar tafsir di universitas Darul
Hadits makkah], Syeikh Sa’ad Dzullam, Syeikh Bakr Abu Zayd, dll yang
masing-masing mengungkapkan kritik dan penolakannya dengan menerbitkan buku.
Dalam buku besarnya “Ar-Rudud”, syeikh Bakr Abu Zayd menyorot perilaku
As-Shobuni yang mengumpulkan penafsiran dari penafsir-penafsir besar dengan
latar belakang ideologi berbeda dalam satu kitab tafsir, seperti Zamakhsyari
yang Mu’tazili, Ibnu Katsir dan Thobary yang Salafi, Ar-Rozy yang Asy’ari,
Thibrsy yang Rhofidhy[3].
Aksi penolakan ulama-ulama besar saudi ini mau tidak mau
memaksa pihak kementrian badan waqaf Kerajaan Saudi Arabia pada waktu itu
menurunkan perintah pelarangan beredarnya kitab ini. Juga surat edaran dari
direktur umum badan waqaf dan masjid di Riyadh bernomor: 945/2/ ص, في 16/4/1408 H melarang penyebaran dan memperbanyak kitab tafsir
ini sampai ada perbaikan permasalahan ideologi di dalamnya. Memang benturan
ideologi dalam tafsir ini tidak bisa elakan, karena ada saat as-Shobuni
menggunakan penafsiran a la Salafy yang mempraktekan methode “tafwidh
ilallah”.
Dan ada saaat kita akan melihat beliau mengambil penafsiran
a la Asy’ari yang menggunakan methode “ta’wil”. Namun untuk Mu’tazilah
beliau menjelaskan tidak mengambil dari Zamakhsyari kecuali penjelasan tentang
masalah bahasa saja. Kenyataan ini membuat kita sulit mengira-ngira apa
gerangan ideologi as-Shobuni. Terlepas dari permasalahan ideologi As-Shobuni,
DR.Abdul Halim Mahmud menegaskan bahwa, “ikhtiyarul mar’i qith’atun min
aqlihi” maka lanjut beliau lagi, bisa dikatakan apapun yang dipilih dan
diambil As-Shobuni dari kitab-kitab tafsir besar merupakan persetujuan beliau
terhadap penafsiran-penafsiran itu[4].
C. Metode dan sistematika Shafwah at-Tafasir
Kitab ini dinamakan safwat al
tafasir, karena kitab ini dihimpun dari berbagai kitab tafsir besar secara
rinci, ringkas, kronologis dan sistematis, sehingga menjadi jelas dan lugas.
Pemberian nama tersebut dengan harapat dapat menjadi pendorong bagi umat islam
dalam mengantarkan mereka ke arah sirat al muustaqim, dan sekaligus untuk
memberi penjelasan langsung bahwa tafsir ini oleh penulisnya di anggap
telah mewakili seluruh tradisi pemikiran tafsir al-quran di dunia[5].
Dari sekian banyak metode yang ada
seperti tahlili, ijmali, muqarrin dan maudhu’i maka kitab tafsir tersebut lebih
cenderung menggunakan metode tahlili dengan memadukan (kompilasi) antara corak
bil ma’tsur (tekstualitas) dengan corak bil ma’qul (rasionalitas). Sedang yang
menjadi perhatian utama dalam metode ini adalah berkaitan dengan penjelasan
pedoman-pedoman bahasa, munasabah ayat dengan ayat, asbabun nuzul,
hadits-hadits yang berhubungan dengan ayat.
Contoh dalam kita safwatut tafasir
Dalam surat al-baqarah ayat 255,
kata-kata كرسيه ditafsirkan dengan علمهyang
berarti ilmu Allah yang sangat luas memenuhi langit dan bumi.
وسع كرسيه السموات والارض
Menafsirkan ayat ayat كرسيه dengan علم الله karena
adanya ayat lain yang di pandang menjelaska pengertian tersebut yaitu pada
surat al-a’raf ayat 89 yang berbunyi :
وسع ربنا كل شيئ علما......
Artinya :
Ilmu tuhan
kami maha luas meliputi segala sesuatu (Al-A’raf)[6].
Adapun metode yang diterapkan As-Shobuni dalam tafsirnya:
1) Menjelaskan surat Al-Qur’an secara
global, kemudian merinci maksud-maksud yang terkandung dalam surat tersebut.
2) Menjabarkan hubungan antar ayat
sebelum dan sesudahnya.
3) Pembahasan tentang hal yang
berhubungan dengan bahasa, seperti akar kalimat, dan bukti-bukti kalimat yang
diambil dari ungkapan orang arab.
4) Pembahasan tentang Asbab an-Nuzul.
5) Pembahsan tentang tafsir ayat.
6) Pembahasan ayat dari segi
Balaghohnya.
7) Penjelasan faida-faidah yang bisa
dipetik dari suatu ayat.
IV.
KESIMPULAN
Muhammad
bin Ali bin Jamil As-Shobuni. Beliau lahir di kota Helb Syiria pada tahun 1928 M.
Setelah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Syiria, beliau pun
melanjutkan pendidikannya di Mesir, dan merampungkan program magisternya di
universitas Al-Azhar mengambil tesis khusus tentang perundang-undangan dalam
islam pada tahun 1954 M.
Beliau
juga dikenal sebagai pakar ilmu Al-Qur’an, Bahasa Arab, Fiqh, dan Sastra Arab.
Abdul Qodir Muhammad Shalih dalam “Al-Tafsir wa al-Mufassirun fi al-A’shri
al-hadits” menyebutnya sebagai akademisi yang ilmiah dan banyak menelurkan
karya-karya bermutu”. Di antara karya-karya beliau: “Al-Mawarits fi
al-Syari’ah al-Islamiyyah”, “ al-Nubuwwah wa al-Anbiya”, “min Kunuz
as-Sunnah”, “Risalah as-Shalah”,. Nama besar Syekh Muhammad Ali
al-Shabuni begitu mendunia
Dari sekian banyak metode yang ada
seperti tahlili, ijmali, muqarrin dan maudhu’i maka kitab tafsir tersebut lebih
cenderung menggunakan metode tahlili dengan memadukan (kompilasi) antara corak
bil ma’tsur (tekstualitas) dengan corak bil ma’qul (rasionalitas). Sedang yang
menjadi perhatian utama dalam metode ini adalah berkaitan dengan penjelasan
pedoman-pedoman bahasa, munasabah ayat dengan ayat, asbabun nuzul,
hadits-hadits yang berhubungan dengan ayat.
DAFTAR PUSTAKA
v Abdul Qodir Muhammad Sholih, al-Tafsir
wa almufassirun fi al-Ashri al-Hadits, Dar El-Marefah press, Beirut,
1424/2003.
v Syeikh Muhammad Ali as-Shobuni,
Shofwah at-Tafasir, Dar As-Shobuni press, Cairo.
v M. Yusuf, dkk. Studi Kitab Tafsir
Kontemporer. Cet 1. Yogyakarta : Teras. 2006. Hlm 56.
v www.Biografi Ali Ash Shobuni.com.
Tgl 12-3-2013.
v Shobirin, dan Hj. Umma Farida,
Madzahib At-Tasfsir. Cet 1. Kudus :
STAIN Kudus. Hlm 129-130.
[1]
www.Biografi Ali Ash Shobuni.com. Tgl 12-3-2013.
[2] Syeikh Muhammad Ali as-Shobuni, Shofwah at-Tafasir,
Dar As-Shobuni press, Cairo.
[3]
Abdul Qodir Muhammad Sholih, al-Tafsir wa almufassirun fi
al-Ashri al-Hadits, Dar El-Marefah press, Beirut, 1424/2003.
[4]
M. Yusuf, dkk. Studi Kitab Tafsir Kontemporer. Cet 1.
Yogyakarta : Teras. 2006. Hlm 56
[5]
Muhammad Ali Al-Sabuni, Safwah Al-Tafasir, jilid 1
hlm 4.
[6]
Shobirin, dan Hj. Umma Farida, Madzahib At-Tasfsir. Cet 1. Kudus : STAIN Kudus. Hlm 129-130
Tidak ada komentar:
Posting Komentar