Sabtu, 08 Juni 2013

SEJARAH PEMIKIRAN TAFSIR ABAD KESEBELAS SAMPAI KETIGABELAS HIJRIYAH


Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Sejarah Pemikiran Tafsir
Dosen Pengampu : Drs. Ma’mun Mu’min, M. Ag.




Disusun Oleh :

                    Akhmad Syaifuddin  : 311020

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
PROGRAM STUDI TAFSIR HADITS
JURUSAN USHULUDDIN


SEJARAH PEMIKIRAN TAFSIR ABAD KESEBELAS SAMPAI KETIGABELAS HIJRIYAH


I.            PENDAHULUAN
Pada saat al-Quran diturunkan, Rasul SAWW, yang berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya tentang arti dan kandungan al-Quran, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasul SAWW, walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita ketahui akibat tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena memang Rasul SAWW sendiri tidak menjelaskan semua kandungan Al-Quran.

II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana perkembangan dan model pemikiran tafsir pada abad kesebelas sampai ketigabelas hijriyah?
B.     Siapa tokoh-tokoh pemikiran tafsir pada sa’at itu?

III.            PEMBAHASAN
A.    Perkembangan dan Model Pemikiran Tafsir.
Periode Mutaakhirin disini adalah zaman para ulama mufasir gelombang keemapt atau disenut juga generasi kedua yang menuliskan tafsir terpisah dari hadist. Generasi ini muncul pada zaman kemunduran Islam, yaitu sejak jatuhnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M sampai timbulnya gerakan kebangkitan Islam pada tahun 1286 H/1888 M atau dari abad VII sampai XIII H[1]. Pada periode ini produk bari kitan tafsir lebih sedikit jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Akan tetapi syarah, ulasan, atau komentar (hasyiyah) terhadap penafsiran atau pemikiran ulama-ulama Mutaqaddimin tampak lebih menonjol[2].
Yang menjadi sumber penafsiran ayat-ayat al-Qura’an para mutakhirin kebanyakan mengambil sumber tafsir-tafsir mutaqaddimin yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman itu (mutaakhirin), di samping bersumber pada Al-Qur’an dan riwayat, baik dari Nabi, sahabat, tabi’in dan tabi’inat-tabi’in maupun kaidah-kaidah bahasa arab serta cerita israiliyat dari ahli kitab. Lebih jelasnya sumber tafsir pada periode ini adalah sebagai berikut: Al-Qur’an; hadist-hadist Nabi; tafsiran sahabat, tabi’in dan tabi’inat-tabi’in; kaidah bahasa Arab dan segala cabangnya; ilmu pengetahuan yang berkembang; kekuatan ijtihad atau istinbat mufasir; dan pendapat para mufasir terdahulu[3].
Dari sisi bentuknya kebanyakan penafsiran mutaakhirin berbentuk izdiwaj yaitu perpaduan antara bentuk ma’sur dengan ra’yu yang menurut istilah Sayid Rasyid Ridha sahih al mangul wa sarih al ma’qul, memadukan antara warisan yang ditemui berupa asar (pemikiran-pemikiran, ide-ide, peradaban dan budaya) yang baik dan benar[4]. Metode tafsir yang digunakan pada masa ini tidak jauh berbeda dengan masa periode mutaqaddimin yakni menggunakan metode tahlili dan muqarin. Sementara sistematika pemikiran tafsir mutaakhirin tanpak lebih baik. Adapun ruang lingkupnya sudah lebih banyak mengacu pada spesialisasi ilmu, seperti Anwar al-Tanzil wa Asrar al Ta’wil (Tafsiran al-Khazin) karangan al-Khazin (w. 741 H) dalam bidang sejarah dan al-Jami’ li Ahkamil-qur’an, (tafsir al-Qurthubi) karangan al-Qurthubi (w. 774 H) dalam bidang fiqih[5].



B.     Tokoh-tokoh Pemikiran Tafsir.
Didalam pemikiran tafsir pada abad ke-sebelas, dua belas dan tiga belas Hijriyah perkembangan tafsirnya semakin luas dan sejumlah deretan nama ulama-ulama ahli tafsr bermunculan pada periode ini diantaranya;
1)      Al-‘Imam Asy-Syaukany (1250 H), menyusun Tafsir Fathul Qadir.
2)      Al-‘Allamah al-Alusy (1270 H), menyusun Tafsir Ruhul Ma’aniy.
3)      Al-‘Allamah Siddiq Hasan Khan (1307), menyusun Tafsir Fathul Bayan.
4)      Al-‘Allamah Ismail Haqqy, menyusun Tafsir Ruh al-Bayan.
5)      Al-‘Allamah Muhammad Nawawi al-Jawi, menyusun Tafsir Al- Munir[6].
Pada awal abad ke 13 H literatur tafsir yang mendominasi dunia Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian; pertama: tafsir ilmiah sunni yang diwakili oleh tafsir al-Baidhawi dan Abu Su`ud; kedua : tafsir ilmiah syiah seperti karya Al-Thusi, al-Qummiy dan al-Thabarsiy (Majma` al-Bayân), ketiga : tafsir sufi yang tidak terikat dengan istilah teknis ilmiah dan bahasa yang diwakili oleh Rûh al-Bayân karya Ismail Haqqi al-Barsawiy[7].
Ketiga tradisi keilmuan; sunnah, syiah dan sufi tersebut mempengaruhi kehidupan Al-Alusiy (w. 1270 H) yang melahirkan karya Rûh al-Ma`âniy. Suatu karya yang cukup kuat dengan menghimpun ketiga tradisi keilmuan yang berkembang pada masa Ottoman. Al-Alusi berhasil menunjukkan kemampuan intelektualnya dalam menggali pesan-pesan Alquran dengan perangkat keilmuan yang memadai, selain juga menampilkan kepribadian sufi dalam dirinya dalam bentuk capaian makna-makna isyarat di balik lafal Alquran[8].


IV.            KESIMPULAN
Periode Mutaakhirin adalah zaman para ulama mufasir gelombang keemapat atau disenut juga generasi kedua yang menuliskan tafsir terpisah dari hadist. Generasi ini muncul pada zaman kemunduran Islam, yaitu sejak jatuhnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M sampai timbulnya gerakan kebangkitan Islam pada tahun 1286 H/1888 M atau dari abad VII sampai XIII H.
Kebanyakan penafsiran mutaakhirin berbentuk izdiwaj yaitu perpaduan antara bentuk ma’sur dengan ra’yu yang menurut istilah Sayid Rasyid Ridha sahih al mangul wa sarih al ma’qul, memadukan antara warisan yang ditemui berupa asar (pemikiran-pemikiran, ide-ide, peradaban dan budaya) yang baik dan benar.
Didalam pemikiran tafsir pada abad ke 11-13 Hijriyah perkembangan tafsirnya semakin luas dan sejumlah deretan nama ulama-ulama ahli tafsr bermunculan pada periode ini diantaranya;
a.       Al-‘Imam Asy-Syaukany
b.      Al-‘Allamah al-Alusy.
c.       Al-‘Allamah Siddiq Hasan Khan
d.      Al-‘Allamah Ismail Haqqy
e.       Al-‘Allamah Muhammad Nawawi al-Jawi
Pada awal abad ke 13 H literatur tafsir yang mendominasi dunia Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian; pertama: tafsir ilmiah sunni; kedua : tafsir ilmiah syiah seperti karya Al-Thusi, ketiga : tafsir sufi yang tidak terikat dengan istilah teknis ilmiah dan bahasa.







DAFTAR PUSTAKA
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Quran Di Indonesia, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003.
Ma’mun Mu’min,  Sejarah Pemikiran Tafsir, Kudus, Nora Media Enter prise, 2011.
http://www.psq.or.id/index.php/in/component/content/article/102-artikel/202-sejarah-tafsir-klasik-dan-modern
http://www.psq.or.id/index.php/in/component/content/article/102-artikel/202-sejarah-tafsir-klasik-dan-modern




[1] Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Quran Di Indonesia, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003, hlm 17.
[2]  Ibid, Perkembangan Tafsir Al-Quran Di Indonesia hlm  17.
[3] Ibid, Perkembangan Tafsir Al-Quran Di Indonesia hlm 17 - 18.
[4] Ma’mun Mu’min,  Sejarah Pemikiran Tafsir, Kudus, Nora Media Enter prise, 2011, hlm 64.
[5] Opcit, Perkembangan Tafsir Al-Quran Di Indonesia, hlm  19.
[6]  Op. cit, Sejarah Pemikiran Tafsir, hlm 65-66.
[7]http://www.psq.or.id/index.php/in/component/content/article/102-artikel/202-sejarah-tafsir-klasik-dan-modern
[8]http://www.psq.or.id/index.php/in/component/content/article/102-artikel/202-sejarah-tafsir-klasik-dan-modern

Tidak ada komentar:

Posting Komentar