Sabtu, 08 Juni 2013

STUDI KITAB TAFSIR MAFAATIHUL GOIB (Karya Syaikh Iman Fakhruddin Ar-Razi)




I.      PENDAHULUAN
Berbicara tentang Al Quran, berarti membahas tentang suatu kitab yang suci nan sakral. Al Quran sebagai rahamat linnas wa rahmatal lil ‘alamiin, menjadikan kitab suci ini sebagai landasan dan huda dalam menapak jejak kehidupan di dunia ini.Dalam Al Quran yang menjadi mukjizat Rasulullah Saw, didalamnya banyak terkandung hikmah  dan interpretasi yang luas, sehingga ketika membaca Al Quran maka kita akan mendapatkan makna-makna yang lain ketika kita membacanya lagi. Inilah yang menjadikan Al Quran terasa nikmat ketika dibaca dan terasa tenang dihati ketika mendengarnya, walaupun yang mendengarnya itu seorang ‘Ajami yang tidak paham bahasa Al Quran.
Dalam bermuamalah dengan Al Quran, terkadang kita mendapatkan ayat-ayat yang sulit untuk dipahami maksudnya. kita memerlukan sebuah perangkat untuk memahami kandungan Al Quran, yang kita kenal dengan istilah tafsir. bahkan sahabat nabi terkadang masih sulit untuk memahami Al Quran. Sehingga ketika para sahabat tidak mengetahui makna atau maksud  suatu  ayat dalam Al Quran, mereka langsung merujuk kepada Rasulullah dan menanyakan hal tersebut.
Sebagai umat Islam yang baik, tentunya kita tidak pernah luput dalam bersentuhan dengan Al Quran, setidaknya dengan senantiasa membacanya. Salah satu jalan yang ditempuh dalam bergelut dalam dunia tafsir, setidaknya dengan mengetahui pengarang dan metodologi yang dipakai dalam menginterpretasi Al Quran. Pada makalah yang singkat ini, kami mencoba memaparkan salah satu mufassir terkenal, mufassir yang keilmuannya tidak ada yang menandingi pada zamannya, dialah Fakhruddin Ar Razi.



II.      RUMUSAN MASALAH
Dari pemaparan di atas serta untuk menjelaskan tentang makalah ini, kami akan merumuskan beberapa pokok masalah sebagai berikut :
A.    Bagaimana Biografi dan Karya-karya Imam Fakhruddin Ar-Razi serta latar belakang kehidupannya?.
B.     Apa Sajakah Introduksi yang terdapat dalam Kitab Tafsir Mafaatihul Goib?.

III.      PEMBAHASAN
A.    Beografi Imam Fakhruddin Ar-Razi.
1.      Biografinya.
Nama lengkap beliau Abu Abdillah, Muhammad bin Umar  bin Alhusain bin Alhasan Ali, At Tamimi, Al Bakri At Thabaristani Ar Rozi. beliau di juluki sebagai Fakhruddiin ( kebanggaan islam), dan dikenal dengan nama Ibnu Al khatiib, yang bermadzhabkan Syafi’i. Beliau lahir pada tahun 544 H[1].
Imam Fakhruddin Ar Razi tidak ada yang menyamai keilmuan pada masanya, ia seorang mutakallim pada zamannya, ia ahli bahasa, ia Imam tafsir dan beliau sangat unggul dalam berbagai disiplin ilmu. Sehingga banyak orang-orang yang datang dari belahan penjuru negeri, untuk meneguk sebagian dari keluasan ilmu beliau. Imam Fakhruddin dalam  memberikan hikmah pelajaran beliau menggunakan bahasa arab dan bahasa asing.
Imam Fakhruddin telah menulis beberapa komentar terhadap buku-buku kedokteran. Pada usia 35 tahun, ia telah menerangkan bagian-bagian yang sulit dari al-qanun fi al-tibb kepada seorang dokter terkemuka di Sarkhes, yaitu Abd al-Rahman bin Abd al-Karim.
Imam Fakhruddin Ar Razi wafat pada tahun 606 H. Dikatakan beliau meninggal, ketika beliau berselisih pendapat dengan kelompok Al karamiah tentang urusan aqidah, mereka sampai mengkafirkan Fakhruddin Ar Razi, kemudian dengan kelicikan dan tipu muslihat, mereka meracuni Ar Razi, sehingga beliau meninggal dan menghadap pada Rabbi Nya[2].
2.      Karya - Karyanya.
Imam Fakhruddin Ar Razi menguasai berbagai bidang keilmuan seperti al-Qur’an, al-Hadith, tafsir, fiqh, usul fiqh, sastra arab, perbandingan agama, filsafat, logika, matematika, fisika, dan kedokteran. Selain telah menghafal al-Qur’an dan banyak al-Hadits, Fakhruddin al-Razi telah menghafal beberapa buku seperti al-Shamil fi Usul al-Din, karya Imam al-Haramain, al-Mu‘tamad karya Abu al-Husain al-Basri  dan al-Mustasfa karya al-Ghazali. Intelektual sezaman dengan Fakhruddin al-Razi; di antaranya Ibn Rushd, Ibn Arabi, Sayfuddin al-Amidi dan Al-Suhrawardi.
Kecerdasan dan keilmuan beliau sangat tinggi, berbagai macam ilmu dipelajari dan dikuasainya, hal itu bisa dibuktikan dengan kitab-kitab karangan beliau, yang terdiri dari berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan, dan tak heran jika Ibnu Katsir dalam bidayah wan nihayahnya menyebutkan, bahwa karya tulis beliau mencapai sekitar dua ratusan buku. Dan kini karangan-karangan beliau tersebar diseluruh Negara, diantaranya adalah :
Ø  At Tafsir Al Kabiir atau yang kita kenal dengan Mafaatihul Gaib,
Ø  Al arba’in fi ushuluddiin, Ahkamul qiyaasi As syar’I,
Ø  Al mahsul fi ilmi usul fiqh, Mukhtashar akhlak,
Ø  Al mantiqul kabiir, Tafsir Al-Fatihah,
Ø  Tafsir Surah Al-Baqarah ala Wajhi Aqli la Naqli,
Ø  Tafsir Mafatihul Ulum, Nihayatul Uqul fi Dirayatil Ushul,
Ø  Ta’sisut Taqdis, Tahshilul Haq, Al-Khamishin fi Ushuliddin,
Ø  Ishmatul Anbiya’, Hudutsul Alaam, Sarh Asmaulllah Al-Husna,
Ø  AL-Muhshil fi Ilmil Kalam, Az-Zubdah fi Ilmil Kalam,
Ø  AL-Mulakhash fil Falsafah, Lubabul Isyaraat,
Ø  Sarh Nahjul Balaghah, Al-Muharrar fi Haqaiqin Nah[3].
Dan masih banyak lagi karangan-karangan  beliau yang kami tidak bisa sebutkan  disini. Setidaknya kita bisa mengambil contoh dari kehidupan Intelektual Imam Fakhruddin Ar-Razi yang mampu menulis banyak karya. 6 karya dalam ilmu Tafsir, 20 karya dalam ilmu Kalam, 9 karya dalam bidang filsafat, 6 karya dalam ilmu Filsafat dan Kalam, 5 karya dalam Logika, 2 dalam Matematika, 6 karya dalam ilmu Kedokteran,(48 karya dalam MIPA) 9 karya dalam ilmu Syariah, 4 karya dalam bidang sastra, dan masih puluhan lagi karyanya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan lainnya.
3.      Latar Belakang Kehidupannya
a)      Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
Fakhruddin ar-Razi hidup di tengah kondisi masyarakat yang komplek. Kompletifitas masyarakat tersebut terlihat dari keragaman agama dan aliran agama yang dianut masyarakat. Sebagai seorang ilmuan, kematangan ilmunya terbangun dari sebuah dinamika dan dialektika dengan kondisi yang mengitarinya. Misalnya, terjadi dialog pertama dengan kaum mu’tazilah di Khawarizmi. Di samping itu, pernah pula terjdi dialog dengan para ahli agama lain, terutama dengan seorang pendeta besar yang dikagumi pengetahuannya oleh masyarakat Kristen pada waktu itu. Rekaman dialog itu dituangkan dalam tulisannya yang berjudul al-Munazarat bayn al-Nasara.
Benturan pemikiran tidak hanya terjadi dengan kaum mu’tazilah dan penganut agama non-Islam. Kelompok pengagum pemikiran filsafat Ibnu Sina dikritik habis oleh Fakhruddin ar-Razi. Sementara itu, ketika di Transaksonia, ia harus berhadapan dengan kelompok yang menamakan dirinya sebagai aliran Karamiyah, yang menyebabkan ia harus eksodus ke Ghazna-Afganistan[4].
b)      Kondisi Sosial Politik
Secara sosio-politik, sebagai akibat jatuhnya dinasti Abbasiyah ke tangan bangsa Tartar, terjadi kemunduran semangat intelektualitas Islam, baik dalam aspek politik, agama maupun peradaban secara umum, terutama di daerah yang dikuasai kaum Sunni. Kajian pemikiran filsafat di dunia Islam mengalami keterpurukan sebagai akibat penjajahan.
Keadaan semacam inilah yang mendorong Fakhruddin ar-Razi untuk mencoba menghubungkan kembali tradisi pemikiran filsafat dalam dunia Islam. Karena perjuangan itu, Fakhruddin ar-Razi dapat dinyatakan sebagai tokoh reformasi dunia Islam abad ke-6 H, sebagaimana Abu Hamid al-Ghazali pada abad ke-5 H. Bahkan ia dijuluki sebagai tokoh pembangun sistem teologi melalui pendekatan filsafat.
Peranan Fakhruddin ar-Razi dalam pengembangan keilmuan Islam tidak dapat dilepaskan dari perhatian yang diberikan penguasa paada saat itu, ketika Fakhruddin ar-Razi meninggalkan Khawarizmi menuju Transoksania (Asia tengah), ia disambut hangat penguasa dinasti Guri, Giyatuddin, dan saudaranya, Syihabuddin. Hanya saja, keadaan semacam ini tidak berjalan lama, karena ia mendapat serangan tajam dari golongan Karamiyah.
B.     Kitab Tafsir Mafaatihul Goib.
1.      Karakteristik tafsir Mafaatihul Goib
Tafsir Mafaihul Ghaib atau yang dikenal sebagai Tafsir al-Kabir dikategorikan sebagai tafsir bir ra’yi (tafsir yang menggunakan pendekatan aqli), dengan pendekatan Mazhab Syafi’iyyah dan Asy’ariyah. Tafsir ini merujuk pada kitab Az-Zujaj fi Ma’anil Quran, Al-Farra’ wal Barrad dan Gharibul Quran, karya Ibnu Qutaibah dalam masalah gramatika.
Riwayat-riwayat tafsir bil ma’tsur yang jadi rujukan adalah riwayat dari Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Sudai, Said bin Jubair, riwayat dalam tafsir At-Thabari dan tafsir Ats-Tsa’labi, juga berbagai riwayat dari Nabi saw, keluarga, para sahabatnya serta tabi’in. Sedangkan tafsir bir ra’yi yang jadi rujukan adalah tafsir Abu Ali Al-Juba’i, Abu Muslim Al-Asfahani, Qadhi Abdul Jabbar, Abu Bakar Al-Ashmam, Ali bin Isa Ar-Rumaini, Az-Zamakhsyari dan tafsir Abul Futuh Ar-Razi.
Ada riwayat yang menjelaskan bahwa Ar-Razi tidak menyelesaikan tafsir ini secara utuh. Ibnu Qadi Syuhbah mengatakan, “Imam Ar Razi belum menyelesaikan seluruh tafsirnya”. Ajalnya menjemputnya sebelum ia menyelesaikan tafsir Al Kabiir. Ibnu Khulakan dalam kitabnya wafiyatul a’yan nya juga berkata demikian.Jadi siapa yang menyempurnakan dan menyelesaikan tafsir ini?dan sampai dimana beliau mengerjakan tafsirnya?[5].
Ibnu hajar Al ‘Asqalani menyatakan pada kitabnya ,” Yang menyempurnakan tafsir Ar Razi adalah Ahmad bin Muhammad bin Abi Al Hazm Makky Najamuddin Al Makhzumi Al Qammuli, wafat pada tahun 727 H, beliau orang mesir[6]. Dan penulis kasyfu Ad dzunuun juga menuturkan,” Yang merampungkan tafsir Ar Razi adalah Najamuddin Ahmad bin Muhammad Al Qamuli, dan beliau wafat  tahun 727 H. Qadi Al Qudat Syahabuddin bin Khalil Al Khuway Ad Dimasyqy, juga menyempurnakan apa yang belum terselesaikan, beliau wafat tahun 639 H[7].
Kemudian, sampai dimana Ar Razi terhenti dalam menulis tafsirnya? DR. Muhammad Husain Ad Zahabi menjelaskan pada kitabnya tafsir al mufassiruun,” Imam Fakhruddin telah menulis tafsirnya sampai surah Al Anbiya, setelah itu datang Syihabuddin Al Khaubi melanjutkan tafsir ini, namun beliau belum menyelesaikan seluruhnya, kemudian datang Najamuddin Al Qamuli menyempurnakan tafsir Ar Razi[8]. Ad Zahabi juga mengatakan bisa jadi yang menyelesaikan tafsir Ar Razi sampai akhir adalah Al Khuway. Namun, Sayyid Muhammad Ali Iyazi, dengan merujuk pada keterangan Syaikh Muhsin Abdul Hamid, memberikan klarifikasi bahwa sekelompok mufasir era  belakangan yang meneliti tafsir ini menetapkan kitab tafsir ini sebagai karya mandiri dari Ar-Razi secara utuh.
Adapun maksud tafsir ini dan segala uraiannya, antara lain:
Pertama; menjaga dan membersihkan Al Quran beserta segala isinya dari kecenderungan-kecenderungan rasional yang dengan itu diupayakan bisa memperkuat keyakinan terhadap Al Quran.
Kedua; pada sisi lain, Ar-Razi meyakini pembuktian eksistensi Allah swt dengan dua hal. Yaitu “bukti terlihat”, dalam bentuk wujud kebendaan dan kehidupan, serta “bukti terbaca”, dalam bentuk Al Quran. Apabila merenungi hal yang pertama secara mendalam, kita akan semakin memahami hal yang kedua. Karena itu Ar-Razi merelevansikan keyakinan ilmiyah dengan kebenaran ilmiyah dalam tafsirnya.
Ketiga; Ar-Razi ingin menegaskan sesungguhnya studi balaghah dan pemikiran bisa dijadikan sebagai materi tafsir, serta digunakan untuk menakwil ayat-ayat Al Quran, selama berdasarkan kepada kaidah-kaidah yang jelas, yaitu kaidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
2.      Volume Kitab
Imam Fahruddin Ar-Razy melalui kitab tafsirnya Mafatihul Ghaib atau At-Tafsir Kabir. Dalam kitab yang cukup kontroversial di kalangan mufassir konservatif tersebut Imam Fahruddin Ar-Razy memaparkan berbagai bidang ilmu pengetahuan yang sangat menonjol dalam ilmu-ilmu naqli dan ‘aqli bahkan ia anggap memiliki keterkaitan dengan ayat-ayat Al-Quran[9].
Sementara bagi ulama lain yang menerima karyanya, Mafatih Al-Ghaib atau At-Tafsir Al-Kabir yang terdiri dari 8 jilid itu justru dilihat memiliki berbagai keistimewaan. Di antaranya dalam penjelasan munasabah atau korelasi (keterkaitan) antar ayat atau antar surah. Dalam menguraikan penafsiran suatu ayat, ia selalu menguraikan pembahasan yang memadai tentang munasabah antar ayat tersebut dengan ayat-ayat lain, bahkan antara surah dengan surah yang lain[10].
3.      Sistematika Penulisan Tafsir
Adapun sistematika penulisan Tafsir aar-Razy, yaitu menyebut nama surat, tempat turunnya, bilangan ayatnya, perkataan-perkataan yang terdapat didalamnya, kemudian menyebut satu atau beberapa ayat, lalu mengulas munasabah antara satu ayat dengan ayat sesudahnya, sehingga pembaca dapat terfokus pada satu topic tertentu pada sekumpulan ayat. Namun ar-Razi tidak hanya munasabah antara ayat saja, ia juga menyebut munasabah antara surat.
Setelah itu ar-Razi mulai menjelaskan maslah dan jumlah masalah tersebut, misalnya ia mengatakanj bahwa dalam sebuah ayat al-Qur’an terdapat beberapa yang jumlahnya mencapai sepuluh atau lebih. Lalu menjelaskan masalah tersebut dari sisi nahwunya, ushul, sabab al-nuzul, dan perbedaan qiraat dan lain sebagainya.
Sebelum ia menjelaska suatu ayat, ar-Razi terlebih dahulu mengungkapkan penafsiran yang bersumber dari Nabi, Sahabat, tabi’in ataupun memaparkan masalah antara nasikh dan mansukh, bahkan jarh wat’ta’dil barulah ia menafsirkan ayat disertai argumentasi ilmiyahnya dibidang ilmu pengtahuan, filsafat, ilmu alam maupun yang lainnya.

4.      Metode Penafsiran
a)      Sumber penafsiran.
Kitab tafsir Mafatihul ghoib tergolong tafsir bi al-ra’yi atau bil ijtihad, al-dirayah atau bi al-ma’qul, karena penafsirannya didasarkana ats sumber ijtihat dan pemikiran terhadap tuntutan kaidah bahasa arab dan kesusastraan, serta teori ilmu pengetahuan. Karena didalam karya ini fakhruddin ar-razi banyak mengemukakan ijtihadnya mengenai arti yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an disertai dengan penukilan dari pendapat-pendapat ulama’ dan fuqaha’. Dalam menafsirkan ayat demi ayat fakhruddin ar-razy memberika porsi yang terbatas untuk hadis, bahkan ketika ia memaparkan pendapat para fuqaha’ terkait perdebatan seputar fiqih beliau mempaparkannya dan mendebatnya tanpa menjadikan hadis sebagai dasr pijakan. Ini adalah salah satu kitab tafsir yang komperhensif, karena menjelaskan seluruh ayat al-Qur’an, sang pengarang berusaha menangkap substansi ruh yang terkandung dalan setia ayat al-Qur’an[11].
b)      cara penjelasan.
Adapun cara penjelasan kitab ini bisa di kategorikan sebagai kitab tafsir muqarin. Karena Fakhruddin ar-razy dalam penafsirannya sering mengkoperasikan pendapatnya atau pendapat seorang ulama lainnya. Nama beberapa ulama’ selain sahabat dan tabiin dalam berbagai disiplin ilmu yang sering kali disebutkan pendapatnya dan dikomperasikan antara lain adalah: al-syafi’I, abu hanifah, malik ahmad ibn hambal, al-ashary, al-Ghazali, kelompok Mu’tazilah dan Ash’ariyah, hasan al-Bisyri, al-Zamahsary, al-Farrah, ibn Katir dan masih banyak lagi.
c)      keluasan penjelasan
Di tinjau dari segi keluasan penjelasan, kitab tafsir mafatihul ghaib bisa dikategorikan sebagai kitab tafsir yang sangat luas penjelasannya dan mendetail (rinci) atau tafsili, bahkan mungkin bisa dikatan terlalu luas untuk ukuran kitab tafsir. Karena dalam kitab tersebut terdapat berbagai pembahasan, mulai dari kebahasaan sastra, fiqih, ilmu kalam, filsafat, ilmu eksakta, fisika, falak dan lain sebagainya.
Dalam kitab tersebut terdapat penafsiran yang begitu luas, satu  ayat dengan 3-7 masail dan satu surat dijelaskan dengan 8-10 fasal, tentulah ini cukup menggambarkan keluasan pembahaan dalam penafsiran kitab Mafatihul ghaib.
d)     sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan
tafsir Mafatihul ghaib disusun oleh Fakgruddin ar-Razy secara berurutan ayat demi ayat dan surat demi surat. Semuanya sesuai dengan urutan yang ada dalam mushaf, dimulai dari penafsiran terhadap surat al-Fatihah, al-Baqarah dan seterusnya sampai. Karena disusun secara berurutan ayat demi ayat maka kitab tersebut dikategorikan tahlily. Dan karena disusun berurutan surat demi surat maka kitab tersebut bisa dikategorikan Mushafy.[12]
5.      Corak Tafsi.
a)      Perhatiannya dengan menjelaskan munasabah antar surah.
Dr. Ad Zahabi menjelaskan, bahwa Ar Razi sangat mementingkan munasabah antar ayat dengan ayat lain, dan surah dengan surah yang lain, bahkan Ar Razi tidak hanya menyebutkan satu munasabah saja, tapi menyebutkan banyak munasabah.

b)      Perhatian Ar Razi pada ilmu riyadhiyah, dan fisafat.
Ar Razi dalam tafsirnya sangat memperhatikan terhadap ilmu riyadhiyah ( ilmu pasti), filsafat dan lain sebagainya. Beliau juga memaparkan argumen-argumen filsafat kemudian membantahnya dengan argumen yang lebih kuat.Walaupun beliau membantah dengan menggunakan dalil akal, namun tetap sejalan dengan keyakinan ahlusunnah. Penulis kasyfu ad zunuun mengatakan,” Didalam tafsir Ar Razi terdapat begitu banyak perkataan-perkataan mutakallimiin dan filosof. Ia keluar dari permasalahan kepermasalahan yang lain, sehinggga membuat pembaca mengagumi tafsir beliau”.
c)      Sikap beliau terhadap  Muktazilah
Ar Razi, beliau sangat serius dalam menghadapi muktazilah, dalam tafsirnya, terlebih dahulu beliau memaparakan pendapat-pendapat muktazilah dan kemudian beliau membantah dengan argumen yang kuat. Ibnu Hajar pernah mengatakan,” Bahwa Ar Razi dicela karena banyak meriwayatkan syubhat secara tunai dan mengatasinya secara kredit”. Namun hal ini tidak mengurangi kehebatan beliau sebagai seorang ulama yang memperjuangkan agama islam.
d)     Pandangannya terhadap Ilmu Fiqih, Usul, Nahwu dan Balaghah.
Fakhru Ar Razi hampir-hampir tidak melewatkan ayat-ayat hukum kecuali beliau sebutkan semua mazhab-mazhab  fiqih[13]. Begitu juga ketika beliau memaparkan masalah-masalah fiqih, nahwu dan balaghah, namun beliau tidak berbicara panjang lebar pada masalah tersebut lebih dari pembahasan beliau yang berkaitan dengan alam ini, dan riyadhiah[14].
Dengan keluasan dan pemahaman beliau terhadap ilmu fiqih, sampai-sampai beliau pernah mengutarakan,”Ketahuilah suatu waktu, terlintas pada lisanku, bahwa surat yang mulia ini yaitu Al fatihah bisa ditarik hikmah-hikmah dan permasalahan sebanyak sepuluh ribu[15].
Al-Zamakhsyari melakukan penafsiran secara lengkap terhadap seluruh ayat Al-Qur'an, dimulai ayat pertama surah al-Fatihah sampai dengan ayat terakhir surah al-Nas. Dari sisi ini dapat dikatakan bahwa penyusunan kitab tafsir ini dilakukan dengan menggunakan metode tahlili, yaitu suatu metode tafsir yang menyoroti ayat-ayat Al-Qur'an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya sesuai urutan bacaan dalam mushaf Utsmani.
Aspek lain yang dapat dilihat, penafsiran al-Kasysyaf juga menggunakan metode dialog, di mana ketika al-Zamakhsyari ingin menjelaskan makna satu kata, kalimat, atau kandungan satu ayat, ia selalu menggunakan kata ان قلت, in qulta (jika engkau bertanya). Kemudian, ia menjelaskan makna kata atau frase itu dengan ungkapan قلت, qultu (saya menjawab). Kata ini selalu digunakan seakan-akan ia berhadapan dan berdialog dengan seseorang atau dengan kata lain penafsirannya merupakan jawaban atas pertanyaan yang dikemukakan. Metode ini digunakan karena lahirnya kitab al-Kasysyaf dilatarbelakangi oleh dorongan para murid al-Zamakhsyari dan ulama-ulama yang saat itu membutuhkan penafsiran ayat dari sudut pandang kebahasaan, sebagaimana diungkapkan sendiri dalam muqaddimah tafsirnya :
"Sesungguhnya aku telah melihat saudara-saudara kita seagama yang telah memadukan ilmu bahasa Arab dan dasar-dasar keagamaan. Setiap kali mereka kembali kepadaku untuk menafsirkan ayat al-Qur'an, aku mengemukakan kepada mereka sebagian hakikat-hakikat yang ada di balik hijab. Mereka bertambah kagum dan tertarik, serta mereka merindukan seorang penyusun yang mampu menghimpun beberapa aspek dari hakikat-hakikat itu. Mereka datang kepadaku dengan satu usulan agar aku dapat menuliskan buat mereka penyingkap tabir tentang hakikat-hakikat ayat yang diturunkan, inti-inti yang terkandung di dalam firman Allah dengan berbagai aspek takwilannya. Aku lalu menulis buat mereka (pada awalnya) uraian yang berkaitan dengan persoalan kata-kata pembuka surat (al-fawatih) dan sebagian hakikat-hakikat yang terdapat dalam surah al-Baqarah. Pembahasan ini rupanya menjadi pembahasan yang panjang, mengundang banyak pertanyaan dan jawaban, serta menimbulkan persoalan-persoalan yang panjang".
Penyusunan kitab tafsir al-Kasysyaf tidak dapat dilepaskan dari atau merujuk kepada kitab-kitab tafsir yang pernah disusun oleh para mufassir sebelumnya, baik dalam bidang tafsir, hadis, qira’at, maupun bahasa dan sastra. Pada sisi lain karya al-Zamakhsyari ini banyak dijadikan sebagai obyek kajian para ulama, baik ulama mutaakhirin maupun para ulama mutaqaddimin, yang ditujukan terhadap berbagai aspeknya. Dari berbagai kajian tersebut diketahui bahwa di antara para ulama ada juga yang memberikan penilaian negatif, di samping yang positif. Komentar-komentar tersebut dapat dilihat antara lain di dalam kitab-kitab yang secara lengkap membahas mengenai hal itu, antara lain: Manhaj al-Zamakhsyari fi Tafsir al-Qur'an wa Bayan I’jazi karya Musthafa Juwaini, At-Tafsir wa al-Mufassirun karya Adz-Dzahabi, Manahil al-'Irfan fi ‘Ulum al-Quran karya Muhammad Abdul Adzim az-Zarqani, Balaghah al-Qur’aniyyah fi Tafsir al-Zamakhsyari wa Atsaruhu fi Dirasat al-Balaghiyyah karya Muhammad Abu Musa[16].
Dari kajian yang dilakukan oleh Musthafa al-Juwaini terhadap kitab tafsir al-Kasysyaf tergambar delapan aspek pokok yang dapat ditarik dari kitab tafsir itu, yaitu:
1)      Al-Zamakhsyari telah menampilkan dirinya sebagai seorang pemikir Mu’tazilah.
2)      Penampilan dirinya sebagai penafsir atsari, yang berdasarkan atas hadis Nabi.
3)      Penampilan dirinya sebagai ahli bahasa.
4)      Penampilan dirinya sebagai ahli nahwu.
5)      Penampilan dirinya sebagai ahli qira’at.
6)      Penampilan dirinya sebagai seorang ahli fiqh.
7)      Penampilan dirinya sebagai seorang sastrawan,
8)      Penampilan dirinya sebagai seorang pendidik spiritual[17].
6.      Timbangan Terhadap Kitab
a)      Kelebihan Tafsir
dari sekian banyak ulama yang meneliti tentang tafsirnya al-rozi, maka di temukanlah beberapa kelebihan yang terdapat dalam tafsirnya antara lain:
1)      Dia sangat mengutamakan munasabah (korelasi) surat dan ayat dengan keilmuan yang berkembang. Bahkan tak jarang beliau menyebutkan lebih dari satu munasabah untuk satu ayat tertentu atau surat tertentu.
2)      Beliau bisa menghubungkan tafsir itu dengan ilmu riadhiyah (matematika) dan falsafah, serta ilmu lainnya yang di anggap baru di kalangan agama pada masanya.
3)      Beliau bisa menjelaskan tentang akidah yang berbeda dan bisa mencocokkan di mana perbedaan itu.
4)      Beliau mengemukakan tentang balaghoh al quran dan menjelaskan beberapa kaidah usul.
b)      Keterbatasan Tafsir
Ada beberapa ulama yang telah mengkritik kitab tafsir mafatihul ghoib karya fahrudin ar rozi di antaranya adalah :
1)      Fahrudin ar rozi terlalu banyak mengumpulkan  masalah dan pembahasan dalam tafsirnya. Sampai pembahasan yang tidak bersangkutpaut dengan ayat atau yang ditafsirkan pun ia sebutkan. Bahkan lebih tegas lagi, beberapa ulama mengatakan bahwa di dalam nya terdapat segala sesuatu kecuali tafsir.
2)      Dalam tafsir tersebut, ia terlalu banyak mencantumkan hal-hal yang tidak berhubungan tafsir, secara berlebihan.
3)      At-Tufi mengatakan bahwa banyak kekurangan yang ditemukan dalam kitab tafsir mafatihul ghaib.

IV.      KESIMPULAN
Ar-Razi merupakan sosok intelektual islam yang hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin Husain bin al-Hasan bin Ali al-Quraisyi At-taini al-Bakri ath-Tabrasani al-Razi dan ia mendapat gelar Fakgruddin, tapi dia juga masyhur dengan nama al-Khattab al-Razi dilahirkan pada pada tanggal 15 Ramadlan 543 H/1149 M di Ray.
Penulis tafsir Mafatihul ghaib ialah menggunakan metode tahlily, tafsir ar-Razi banyak membahas masalah ketuhanan atau ilmu kalam, ilmu kalam dan kosmografi dan keilmuan lain dan sebagainya. Al-Razi merelefansikan antara keyakinan ilmiyah dengan kebenaran ilmiyah dalam tafsirnya tersebut.
Demikianlah makalah yang dapat saya sampaikan, dan kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini, karenanya saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan, baik dari kalangan pembaca maupun dosen untuk menyempurnakan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

v  Abidu, Yunus Hasan, Dirasat wa Mabahits fi Tarikh al-Tafsir wa Manahij al-
Mufassirin (Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufassir),terj. Qadirun Nur, (Jakarta : Gaya Media Pratama), 2007.
v  Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, ( Beirut : Darul Kutub al-‘Alamiyah) 2003.
v  Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut : Darul al-Fikr), 1994.
v  Muhammad husai az zahabi, at tafsir wal mufassiruun, darul hadits kairo,th. 2005.
v  Manna’ Khalil al Qattan, Mabahist fi ulumil Qur’an, perj, Mudzakir, Pustaka Litera AntarNusa, Jakarta.
v  Mahmud, Mani’ Abdul Haklim, Metodologi Tafsir (kajian komprehensif metode para tafsir), (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2006).









[1]  Muhammad husai az zahabi, at tafsir wal mufassiruun, darul hadits kairo,th. 2005, jilid 1 hal. 248.
[2]  ibid 249.
[3]  Manna’ Khalil al Qattan, Mabahist fi ulumil Qur’an, perj, Mudzakir, Pustaka Litera AntarNusa, Jakarta, hlm, 529.
[4] Fakhruddin al-Razi, Mafatih al-Ghaib, (Beirut : Darul al-Fikr), 1994.

[5]  Muhammad Husain Az zahabi, , at tafsir wal mufassiruun, darul hadits kairo,th. 2005, jilid 1, hal 249.
[6]  Ad durarulkaminah. Jilid 2, hal 304.
[7]  at tafsir wal mufassiruun, darul hadits kairo,th. 2005, jilid 1, hal 293.
[8]  Manna’ Khalil al Qattan, Mabahist fi ulumil Qur’an, perj, Mudzakir, Pustaka Litera AntarNusa, Jakarta, hlm, 507.
[9]  Mabahist fi ulumil Qur’an, perj, Mudzakir, Pustaka Litera AntarNusa, Jakarta, hlm, 506.
[10]  Ibit, hlm 506 – 507.
[11] Mahmud, Mani’ Abdul Haklim, Metodologi Tafsir (kajian komprehensif metode
para tafsir), (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2006)

[13]  Muhammad Husain Az zahabi, , at tafsir wal mufassiruun, darul hadits kairo,th. 2005, jilid 1, hal 253.
[14]  Ibid.
[15]  Ibid.

[16] Abidu, Yunus Hasan, Dirasat wa Mabahits fi Tarikh al-Tafsir wa Manahij al-Mufassirin (Tafsir Al-Qur’an Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufassir),terj. Qadirun Nur, (Jakarta : Gaya Media Pratama), 2007.
[17] Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, ( Beirut : Darul Kutub al-‘Alamiyah) 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar