Oleh
: H. Akhmad Syaifuddin, S.TH
PENDAHULUAN
Penelitian tafsir berarti berupaya untuk menjelaskan dan
mengungkapkan maksud dan kandungan Al-Quran.oleh karena obyek tafsir adalah
al-Quran, di mana merupakan sumber pertama ajaran islam sekaligus petunjuk bagi
manusia.
Para ulama telah meneliti dan melakukan pembagian tentang
kitab-kitab karangan menyangkut al-Quran yang terbagi menjadi empat macam,
sebagai berikut :
1.
Tafsir tahlily
2.
Tafsir Ijmaly
3.
Tafsir muqarin
4.
Tafsir maudhu’i
Metode
analitis (tahlili)
Ialah menafsirkan ayat-ayat AlQuran dari segala segi dan
makna,[1]
dengan memaparkan segala aspek yang terkandung didalam ayat-ayat yang
ditafsirkan itu serta menerangkan makna makna yang tercakup di dalamnnya sesuai
dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[2]
Ciri-ciri
metode tahlili
Penafsiran yang mengikuti metode ini berusaha menjelaskan
makna yang terkandung didalam ayat-ayat Al-Quran secara komprehensif dan
menyeluruh,dari berbagai disiplin ilmu seperti teologi, fiqh,bahasa, sastra,
dan sebagainya dalam penafsiran tersebut, Al-Quran ditafsirkan ayat demi ayat
dan surah-demi surah secara berurutan, serta menerangkan asbab al-nuzul, serta
penafsiran-penafsiran yang pernah diberikan oleh nabi SAW, sahabat, tabiin,
tabi’al-tabi’in, dan para ahli tafsir lainnya.metode ini banyak dipergunakan
oleh kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu.
Kelebihan
metode analitis
a.
Ruang lingkup yang luas, dikarenakan
mufasir dalam metode ini mempunyai ruang lingkup yang teramat luas dari bebagai
disiplin ilmu.
b.
Memuat berbagai ide, tafsir dengan
metode analitis memberikan kesempatan yang luas kepada mufasir untuk
mencurahkan ide-ide dan gagasan dalam menafsirkan Al-Quran.
Kekurangan
metode analitis
a.
Menjadikan petunjuk Al-Quran
parsial, sehingga terasa seakan-akan Al-Quran memberikan pedoman secara tidak
utuh dan tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan pada suatu ayat
berbeda dari penafsiran yang diberikan pada ayat-ayat lain yang sama dengannya.
b.
Melahirkan penafsiran subjektif,
dikarenakan mufasir diberikan peluang yang sangat besar dalam metode ini untuk
mengemukakan ide-ide dan pemikirannya, terkadang mefasir tidak sadar telah
menafsirkan Al- Quran secara subjektif, dan tidak mustahil pula ada diantara
mereka yang menafsirkan Al-Quran sesuai hawa nafsunya tanpa mengindahkan
kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku.
c.
Masuk pemikiran israiliat[3]
dikarenakan metode tahlili tidak membatasi mufasir dalam mengemukakan
pemikiran-pemikiran tafsirnya, maka berbagai pemikiran dapat masuk ke dalamnya,
tidak terkecuali pemikiran israiliat.
Metode
Ijmali (Global)
Ialah menjelaskan ayat-ayat Al-Quran secara ringkas tapi
mencakup, dengan bahasa mudah dimengerti,dan enak dibaca.
Sistematika
penulisannya menuruti susunan ayat-ayat di dalam mush-haf. Disamping itu,
penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa A-Quran sehingga pendengar dan
pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar A-Quran padahal yang didengarnya
itu adalah tafsirannya.
Ciri-ciri
metode global
Mufasir hanya menafsirkan suatu ayat secara ringkas dan
singkat, tanpa uraian yang detail, tanpa perbandingan dan tidak pula mengikuti
suatu tema tertentu. Mufasir hanya menjelaskan sebatas artinya tanpa
menyinggung hal-hal selain yang dikehendaki[4]
Kelebihan
dan kekurangan metode global
Kelebihan
metode ijmali
a.
Praktis dan mudah dipahami, tanpa
berbelit-belit pemahaman Al-Quran segera dapat disserap oleh pembacanya,
b.
Bebas dari penafsiran israiliyyat,
dikarenakan singkatnya penafsiran yang diberikan, tafsir ijmali relatif leih
murni dan terbebas dari pemikiran- pemikiran israiliat.
c.
Akrab dengan bahasa Al-Quran, uraian
yang dimuat di dalam tafsir ijmali terasa amat singkat dan padat, sehingga
pembaca tidak merasakan bahwa dia telah membaca kitab tafsir.
Kekurangan
metode ijmali
a.
Menjadikan petunjuk Al-Quran
bersifat parsial, Al-Quran merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga satu
ayat dengan ayat yang lain membentuk satu pengertian yang utuh, hal-hal yang
global atau samar-samar di dalam suatu ayat, maka pada ayat yang lain ada
penjelasan yang lebih rinci.
b.
Tak ada ruangan untuk mengemukakan
analisis yamg
memadai,
Metode
komparatif (muqarin)
1.
Membandingkan teks (nash) ayat-ayat
Al-Quran yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau
lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama.
2.
Membandingkan ayat Al-Quran dengan
hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan
3.
Membandingkan berbagai pendapat
ulama tafsir dalam menafsirkan Al-Quran.
Ciri-ciri
metode komparatif
Perbandingan adalah ciri utama bagi metode komparatif,
inilah yang membedakan antara netode ini dengan metode-metode lainnya. Jika
suatu penafsiran dilakukan tnpa memperbandingkan berbagai pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli tafsir, maka pola semacam iitu tak dapat disebut
metode komparatif. mufasir dengan metode komparatif dituntut mampu menganalisis
pendapat-pendapat para ulama tafsir yang ia kemukakan untuk kemudian mengambil
sikap menerima penafsiran yang dinilai benar dan menolak penafsiran yang tidak
dapat diterima oleh rasionya serta menjelaskan kepada pembaca alasan dari sikap
yang diambilnya,[5]
Kelebihan
metode komparatif
a.
Memberikan wawasan penafsiran yang
relatif lebih luas.
b.
Membuka pintu untuk selalu bersikap
toleran terhadap pendapat orang lain yang kadang-kadang kontradiktif. Sehingga
dapat mengurangi fanatisme yang berlebihan kepada suatu madzhab atau aliran tertentu.
c.
Sangat cocok untuk mereka yang ingin
memperluas dan memdalami penafsiran Al-Quran.
d.
Dengan metode komparatif, mufasir
didorong untuk mengkaji berbagai ayat dan hadis, serta pendapat-pendapat para
mufasir yang lain.sehingga penafsiran yang diberikannya relatif lebih terjamin
kebenarannya dan lebih dapat dipercaya.
Kekurangan
metode komparatif
a.
Penafsiran yang memakai metode
komparatif tidak dapat diberikan kepada pemula, seperti mereka yang sedang
belajar pada tingkat sekolah menengah ke bawah. Karena pembahasan yang
dikemukakan didalamnnyaterlalu luas dan kadang-kadang terlalu ekstrim.
b.
Kurang dapat diandalkan untuk
menjawab permasalahan sosial yang tumbuh di masyarakat, karena metode ini lebih
mengutamakan perbandingan daruipada pemecahan masalah.
c.
Lebih banyak menelusuri penafsiran
penafsiran yang pernah diberikan oleh ulama-ulama daripada mengemukakan
penafsiran-penafsiran baru.
Metode
tematik (maudhu’i)
Ialah membahas ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan tema atau
judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun kemudian dikaji
secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti
asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainnya. Semua dijelaskan dengan rinci dan
tuntas, serta didukung dengan dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Ciri-ciri
metode tematik
Yang
menjadi ciri utama dari metode ini ialah menonjolkan tema, judul atau topik
pembahasan.jadi mufasir mencari tema-tema yang beredar di masyarakat atau
berasal dari Al-Quran itu sendiri.
Langkah-langkah
yang harus ditempuh seorang mufasir untuk menempuh metode ini
1.
Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan
dengan judul tersebut
2.
Menelusuri latar belakang turun
(asbab nuzul)ayat-ayat yang telah dihimpun (kalau ada).
3.
Meneliti dengan cermat semua kata
atau kalimat yang dipakai dalam ayat tersebut.
4.
Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu
dari pemahaman berbagai aliran dan pendapat para mufasir, baik yang klasik
maupun kontemporer.
Kelebihan
metode tematik
a.
Menjawab tantangan zaman, kajian
metode tematik ditujukan untuk menyelesajkan permasalahan. Itulah sebabnya
metode ini mengkaji semua ayat Al-Quran yang berbicara tentang kasus yang
dibahas secara tuntas. Dari berbagai aspeknya.
b.
Paraktis dan sistematis, tafsir
dengan metode tematik disusun secara praktis dan sistematis dalam memecahkan
permasalahan yang timbul.
c.
Dinamis, sesuai dengan tuntutan
zaman sehingga terasa sekali bahwa Al-Quran selalu aktual, tak pernah
ketinggalan zaman.
d.
Membuat pemahaman menjadi utuh,
dengan diterapkan judul-judul yang akan dibahas, maka pemahaman ayat-ayat
Al-Quran dapat diserap secara utuh.
Kekurangan
metode tematik
a.
Memenggal ayat Al-Quran, yaitu
mengambil satu kasus yang terdapat di dalam satu ayat atau lebih yang
mengandung banyak permasalanan yang berbeda, misalnya petunjuk tentang shalat
dan zakat.
b.
Membatasi pemahaman ayat, dengan
ditetapkannya judul penafsiran, maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada
permasalahan yang dibahas tersebut.
Referensi
al-A’ridl,
Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi Tafsir, th. 1994, Rajawali Pers,
Jakarta
Baidan, Nashruddin, Metodologi
Penafsiran Al-Quran, th. 2000, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Baidan, Nashruddin, Wawasan Baru
Ilmun Tafsir, th. 2005, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
[2]
Nashruddin baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, hal. 31, th. 2000,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
[3] Israiliat
”segala sesuatu yang bersumber dari kebudayaan Yahudi atau Nasrani, baik yang
termaktub di dalam kitab Taurat, Injil dan penafsiran-penafsirannya maupun
pendpat orang-orang Yahudi atau Nashranimengenai ajaran agama mereka”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar