Makalah
Disusun guna memenuhi tugas : Mid Semester
Mata Kuliah : Hadist Ahkam
Dosen Pengampu : Hj. Isti’anah, M. Ag
Oleh :
Akhmad Syaifuddin
Akhmad Syaifuddin
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
PROGRAM STUDI TAFSIR HADITS
JURUSAN USHULUDDIN
KEWAJIBAN TAAT KEPADA PEMIMPINAN
I. PENDAHULUAN
Ajaran Islam secara tegas menyatakan bahwa
kepemimpinan merupakan variabel yang tidak boleh diabaikan dalam pembangunan
masyarakat, bangsa dan negara. Al Qur’an telah banyak memberikan gambaran
tentang adanya hubungan positif antara pemimpin yang baik dengan tingkat
kesejahteraan masyarakat.
Islam telah mengingatkan umatnya untuk berhati-hati di
dalam memilih pemimpin. Sebab salah dalam memilih pemimpin berarti turut
berkontribusi dalam menciptakan kesengsaraan rakyat. Tanggung jawab seorang
pemimpin sangat besar, baik di hadapan Allah maupaun di hadapan manusia. Dalam
uraian ini, kami akan membahas permasalahan mengenai pemimpin, baik mengenai
kewajiban pemimpin terhadap yang dipimpinnya maupun kewajiban yang dipimpin
terhadap yang memimpin dan beberapa hal yang berkaitan dengan kepemimpinan.
II. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah bunyi hadist riwayat oleh Imam Muslim yang menjelaskan
tentang taat kepada pemimpin?
Apa pengertian pemimpin dan setiap kamu adalah pemimpin?
Apa saja tanggung jawab pemimpin dan bagaimana cara taat kepada pemimpin?
III. PEMBAHASAN
حَدِيْثُ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنْ رَسُوْلَ اللهِ صَلَى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ قَالَ : مَنْ أَطَاعَنِيْ فَقَدْ أطَاعَ اللهَ وَمَنْ
عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ, وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيْرِي فَقَدْ أطَاعَنِيْ مَنْ
عَصَى أَمِيْرِيْ فَقَدْ عَصَانِيْ (رواه البخارى ومسلى )
Artinya:
Abu Hurairah
ra berkata: Rasulullah saw bersabda: Siapa yang taat kepadaku maka berarti taat
kepada Allah, dan siapa yang maksiat kepadaku berarti maksiat kepada Allah, dan
siapa yang taat kepada pimpinan yang aku angkat berarti taat kepadaku, dan
siapa yang melanggar amier yang aku angkat berarti melanggar kepadaku (Bukhari,
Muslim)
Keterangan
hadist:
Sanat : Abu
Hurairah
Matan : Siapa
yang taat kepadaku maka berarti taat kepada Allah, dan siapa yang maksiat
kepadaku berarti maksiat kepada Allah, dan siapa yang taat kepada pimpinan yang
aku angkat berarti taat kepadaku, dan siapa yang melanggar amier yang aku
angkat berarti melanggar kepadaku.
Parawi : Bukhari,
Muslim.
حَدِيْثُ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِي صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : اَلسَّمْعُ وَ الطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ
الْمُسْلِمِ فِيْمَا أَحَبَ وَ كَرَهَ، مَالَمْ يُؤْمَرُ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا
أَمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمِعَ وَ لَا طَاعَةَ (أخرجه البخاري)
Artinya:
Abdullah bin
Umar ra berkata: Nabi saw bersabda: mendengar dan taat itu wajib bagi seorang
dalam apa yang ia suka atau benci, selama ia tidak diperintah berbuat maksiat,
maka jika diperintah maksiat maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib taat
(Bukhari, Muslim)
Keterangan
hadist:
Sanat: Abdullah
bin Umar
Matan: Mendengar
dan taat itu wajib bagi seorang dalam apa yang ia suka atau benci, selama ia
tidak diperintah berbuat maksiat, maka jika diperintah maksiat maka tidak wajib
mendengar dan tidak wajib taat.
Perawi: Bukhari,
Muslim
Dari
hadis-hadis di atas dapat saya analisa bahwa kita diwajibkan untuk mentaati
para pemimpin kita, sebagaimana dijelaskan dalam hadis diatas, hal ini
diwajibkan karna taat kepada pemimpin merupakan cerminan dari ketaatan kita
kepada Nabi Muhammad SAW dan kepada Allah SWT.
Pada hadits
diatas memberikan penegasan kepada kita bahwa ketaatan kita kepada pemimpin
tidak dibatasi rasa suka atau tidak suka, ringan atau berat, sulit atau mudah
perintah pemimpin tersebut, namun kita wajib taat dalam situasi apapun.
Meski
demikian, ketaatan kita terhadap pemimpin bukanlah taat secara membabi buta,
namun kita harus tetap berpegang teguh terhadap syariat Allah dan kebaikan,
atinya ketaatan kita hanya diperuntukkan bagi pemimpin yang menjalankan syariat
Allah dan kemaslahatan ummat, apabila pemimpin tersebut memerintahkan dalam hal
maksiat maka kita diwajibkan untuk tidak taat.
Pengertian
Pemimpin
Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi kelompok
yang terorganisasikan dalam upaya menentukan tujuan dan mencapainya[1].
Ada juga yang mengartikan kepemimpinan merupakan proses yang berisi rangkaian
kegiatan yang saling pengaruh-mempengaruhi, berkesinambungan dan terarah pada
suatu tujuan[2]. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa pemimpin adalah pelaku atau seseorang yang melakukan
kegiatan kepemimpinan, yaitu seseorang yang melakukan suatu proses yang berisi
rangkaian kegiatan saling pengaruh-mempengaruhi, berkesinambungan dan terarah
pada suatu tujuan.
Setiap Kamu Adalah Pemimpin
Suatu kepemimpinan, tidak hanya dapat dilakukan oleh
orang yang berstatus sebagai presiden, perdana menteri, direktur maupun seorang
yang memiliki jabatan formal saja, namun seorang yang bekerja sebagai buruh
juga merupakan seorang pemimpin. Seorang pembantu rumah tanggapun juga seorang
pemimpin. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa setiap manusia adalah
pemimpin. Hal ini telah dikatakan oleh Rasullullah dalam hadist :
Ketahuilah, bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian bertanggung jawab terhadap pimpinannya (rakyatnya). Maka sebagai Amir (pemimpin) yang memimpin manusia yang banyak adalah sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas pimpinannya (rakyatnya). Dan seorang lelaki (suami) adalah sebagai pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang wanita (istri) adalah sebagai pemimpin di rumah, suami serta anak-anaknya yang yang ia bertanggung jawab terhadap mereka. Dan seorang hamba (budak) adalah seorang pemimpin dalam menjaga harta tuannya. Ketahuilah, kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian bertangung jawab terhadap pimpinannya (Mutafaq ‘alaih)
Dari hadist di atas, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa masing-masing manusia adalah pemimpin. Dan setiap dari mereka akan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya.
Oleh karena itu, hendaklah seseorang tidak terlalu berambisi untuk menduduki suatu jabatan tertentu baik dalam pemerintahan maupun dalam suatu organisasi. Karena pada dasarnya ia sudah menjadi pemimpin, dan suatu jabatan tertentu merupakan suatu amanah yang sungguh sangat berat yang harus diemban dengan baik dan harus dipertangung jawabkan baik di dunia, maupun di akherat kelak.
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu
dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS. Al
Ahzab : 72)
Dalam sebuah
hadist dikatakan : Rasullullah saw berkata kepada Abdulrahman bin
Samurah,”Wahai Abdulrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu
jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung
seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu, maka kamu akan
ditolong megatasinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)[3].
Di dalam
hadist lain dikatankan juga “Jabatan (kedudukan) pada permulaannya adalah
penyesalan, pada pertengahannya kesengsaraan (kesesalan hati) dan pada akhirnya
azab pada hari kiamat. (HR. Athabrani)[4].
Tanggung Jawab Pemimpin
1. Pemimpin Pelayan
Masyarakat
“Dari
al Hasan ra berkata, Ubaidillah bi Ziyad menjenguk Ma’qal bin Yasar ra ketika
ia sakit yang menyebabkan kematiannya. maka Ma’qal berkata kepada Ubaidillah
bin Ziyaat, “aku akan menyampaikan kepadamu sebuah hadist yang telah aku dengar
dari Rasullullah saw., aku telah mendengar Nabi saw bersabda : Tiada seorang
hamba yang diberi amanat rakyat oleh Allah lalu ia tidak memeliharanya dengan
baik, melainkan Allah tidak akan merasakan padanya harumnya surga (melainkan
tidak mendapat bau surga). (H.R. Bukhari)[5].
Dalam
pandangan islam, seorang pemimpin adalah seorang yang diberi amanat oleh Allah
swt untuk memimpin rakyat, yang di akherat kelak akan dimintai pertangung
jawaban oleh Allah swt. Dengan demikian, meskipun seorang pemimpin dapat
meloloskan diri dari tuntutan rakyatnya selama di dunia, ia tidak akan mampu
meloloskan diri dari tuntutan Allah di akherat kelak. Oleh karena itu, seorang
pemimpin hendaknya tidak memposisikan diri sebagai orang yang paling berkuasa
di antara rakyat yang dipimpinnya sehingga bertindak sewenang-wenang terhadap
rakyatnya. Namun sebaliknya, ia harus mampu menepatkan diri sebagai pelayan
masyarakat atau komunitas yang dipimpinnya. Dalam hadist lain juga disampaikan
hal yang sama “Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka. (HR. Abu
Na’im)[6].
Agar kaum muslim memiliki pemimpin yang adil, yang mampu memelihara dan menjaga mereka, pemimpin yang dipilih adalah mereka yang betul-betul dapat dipercaya dan kuat dalam kepemimpinannya. Dalam memilih pemimpin harus betul-betul didasarkan pada kualitas, integritas, loyalitas dan yang paling penting adalah perilaku dan ketaatan dalam keagamaannya. Jangan memilih pemimpin karena didasarkan rasa emosional, baik karena ras, suku, bangsa ataupun keturunan.
Taat Kepada Pemimpin
1)
Kewajiban Taat Kepada Pemimpin
Salah satu
kewajiban seorang muslim adalah taat kepada pemimpin. Ini didasarkan pada suatu
kenyataan bahwa, ketaatan merupakan sendi asas tegaknya suatu kepemimpinan dan
pemerintahan. Tanpa ketaatan dan kepercayaan kepada pemimpin, kepemimpinan dan
pemerintahan tidak mungkin tegak dan berjalan sebagaimana mestinya. Jika rakyat
tidak lagi mentaati pemimpinnya maka, roda pemerintahan akan lumpuh dan akan
muncul fitnah di mana-mana. Atas dasar itu, ketaatan kepada pemimpin merupakan
keniscayaan bagi tegak dan utuhnya suatu negara. Bahkan, dasar dari ketertiban
dan keteraturan adalah ketaatan.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB (
bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4
y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya serta penguasa
pemerintahan diantara kamu......” (QS. An Nisa : 59)
Dari Ibnu
‘Umar ra dari Nabi Saw, beliau Saw bersabda: “Seorang muslim wajib mendengar
dan taat (kepada pemimpin) baik dalam hal yang disukainya maupun hal yang
dibencinya, kecuali bila ia diperintah untuk mengerjakan maksiat. Apabila ia
diperintah untuk mengerjakan maksiat, maka ia tidak wajib mendengar dan taat.” [HR.
Bukhari dan Muslim].
Dari Ibnu
‘Umar, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang
melepaskan tangannya dari ketaatan, maka kelak di hari akhir ia akan bertemu
dengan Allah SWT tanpa memiliki hujjah. Barangsiapa mati, sedangkan di lehernya
tidak ada bai’at maka, matinya seperti mati jahiliyyah.” [HR.
Muslim].
Dari Anas
ra, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Dengarkanlah dan taatilah olehmu,
walaupun yang memimpin kamu adalah seorang budak dari Ethiopia yang bentuk
kepalanya seperti biji kurma.” [HR. Bukhari].
Sesungguhnya
akan datang sesudahku sikap mementingkan diri sendiri dan urusan-urusan yang
kalian ingkari. Para sahabat bertanya Ya Rasullullah, bagaimanakah perintahmu
kepada orang yang menemui hal yang demikian diantara kami ?”Rasullullah SAW
bersabda “Tunaikanlah hak yang wajib atas kalian (mendengarkan dan menaati) dan
mohonlah kepada Allah hak kalian. (HR. Bukhari-Muslim)[7].
Barangsiapa
taat kepadaku, berarti dia taat kepada Allah. Barangsiapa mendurhakaiku,
berarti dia mendurhakai Allah. Barangsiapa taat kepada pemerintahannya berarti
dia menaatiku. Barangsiapa mendurhakai pemerintahannya berarti dia
mendurhakaiku. (HR. Bukhari-Muslim)[8].
Barangsiapa
yang tidak menyukai sesuatu dalam pemerintahanya, maka hendaklah ia bersabar.
Sebab, sesungguhnya orang yang keluar dari penguasa sejengkalpun saja (tidak
taat meski hanya sedikit), maka ia mati dalam keadaan (sesat seperti) matinya
jahiliah. (HR. Bukhari-Muslim)[9].
Dari Abdullah bin Mas’ud ra. Ia berkata, Rasullullah SAW. Bersabda “sungguh kelak sepeninggalku akan ada perilaku monopoli (ulil amri) dan bentuk-bentuk pelanggaran yang kalian pasti tidak menyetujuinya.” Para sahabat bertanya :”Wahai Rasullullah, lantas apa yang engkau perintahkan kepada seseorang dari kami yang menemui masa seperti itu ?” beliau menjawab :”hendaklah kalian menunaikan apa yang menjadi kewajiban kalian (kepada ulil amri) dan kalian memohon kepada Allah apa yang menjadi hak kalian.(HR. Bukhari-Muslim)[10].
Dari Abdullah bin Mas’ud ra. Ia berkata, Rasullullah SAW. Bersabda “sungguh kelak sepeninggalku akan ada perilaku monopoli (ulil amri) dan bentuk-bentuk pelanggaran yang kalian pasti tidak menyetujuinya.” Para sahabat bertanya :”Wahai Rasullullah, lantas apa yang engkau perintahkan kepada seseorang dari kami yang menemui masa seperti itu ?” beliau menjawab :”hendaklah kalian menunaikan apa yang menjadi kewajiban kalian (kepada ulil amri) dan kalian memohon kepada Allah apa yang menjadi hak kalian.(HR. Bukhari-Muslim)[10].
Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata :”Rasullullah SAW. Bersabda : ”Wajib atas kalian mendengar dan taat (kepada ulil amri dalam kebaikan), baik berkaitan dengan hal yang sulit, hal yang tidak disukai, maupun ketika ulil amri melakukan praktek monopoli sekalipun.” (HR.Muslim)[11].
“…. Bila seseorang telah berbai’at kepada seorang imam (kubro) dengan sepenuh hati dan ketulusan janjinya, hendaklah berusaha untuk menunaikannya sejauh kesanggupannya. Dan jika di hari kemudian muncul imam lain yang menyelisihinya, maka dia memerangi imam yang menyelisihi itu. “ (HR. Muslim)[12].
2)
Batas Ketaatan Kepada Pemimpin
Ketaatan kepada pemimpin bukanlah ketaatan yang
bersifat mutlak tanpa ada batasan. Ketaatan harus diberikan kepada pemimpin,
selama dirinya taat kepada Allah SWT dan RasulNya. Jika pemimpin tidak lagi
mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada ketaatan bagi dirinya. Al-Qur’an
dan Hadist telah memberikan batasan yang sangat jelas dan tegas dalam
memberikan ketaatan.
( wur ß÷ès? x8$uZøtã öNåk÷]tã ßÌè? spoYÎ Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( wur ôìÏÜè? ô`tB $uZù=xÿøîr& ¼çmt7ù=s% `tã $tRÌø.Ï yìt7¨?$#ur çm1uqyd c%x.ur ¼çnãøBr& $WÛãèù ÇËÑÈ
“Dan
janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat
Kami.”(QS. al-Kahfi: 28)
4 wur yy$oYã_ öNä3øn=tæ $yJÏù OçF÷|ʺts? ¾ÏmÎ/ .`ÏB Ï÷èt/ ÏpÒÌxÿø9$# 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JÎ=tã $VJÅ3ym ÇËÍÈ
“Dan
janganlah kamu mengikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara
mereka.....” (Qs. al-Insân : 24).
“Seorang
muslim wajib mendengar dan taat (kepada pemimpin) baik dalam hal yang
disukainya maupun hal yang dibencinya, kecuali bila ia diperintah untuk
mengerjakan maksiyat. Apabila ia diperintah untuk mengerjakan maksiyat, maka ia
tidak wajib mendengar dan taat.” [HR. Bukhari dan Muslim].
“Pada hari
ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, ‘Alangkah
baiknya, andaikan kami taat kepada Allah dan taat kepada Rasul.’ Dan mereka
berkata, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan
pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).
Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah
mereka dengan kutukann yang besar.” (Qs. al-Ahzab: 66-68).
Dari ayat Al Qur’an dan hadist di atas jelaslah bahwa
ketaatan kepada pemimpin bukanlah suatu ketaatan yang mutlak untuk dilakukan
oleh setiap muslim. Ketaatan kepada pemimpin wajib dilakukan selama pemimpin
tersebut menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari kemungkaran. Namun bila
pemimpin memerintahkan untuk melakukan kemungkaran, maka tidak wajib untuk
mentaatinya.
IV. KESIMPULAN
DAFTAR
PUSTAKA
v Almath, Muhammad Faiz, Dr., 1995, 1100 Hadist Terpilih, Terjemah, A. Aziz Salim
Basyarihil, Jakarta : Gema Insani Press.
v Baqi, Muhammad Fuad bin Abdul, 1996, al-Lu’lu’ wa al-Marjan, terjemah, H.
Salim Bahreisy, Surabaya : Bina Ilmu
v http://www.badilag.net/. tanggal 27/11/2008
v Nabhawi, Syaikh Yusuf An, 2006, Ringkasan Riyadhush Shalihin, Bandung : Irsyad Baitus Salam.
v Nawawi, Hadari Prof. Dr. H., 1993, Kepemimpinan Menurut Islam. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
v Sohari, Drs., MM., dkk, 2006, Hadis Tematik, Jakarta : Diadit Media.
Sugandha, Dann, Drs., M.PA, 1986, Kepemimpinan di Dalam Administrasi, Bandung : CV. Sinar Baru.
Sugandha, Dann, Drs., M.PA, 1986, Kepemimpinan di Dalam Administrasi, Bandung : CV. Sinar Baru.
v Sunarto, Achmad, 2005, Hadist Al Jami’ush Shalih, Jakarta : Annur Press.
[1] Drs. Dann
Sugandha, M.PA, 1986, Kepemimpinan di
Dalam Administrasi, Bandung : CV. Sinar Baru, hal 62.
[2] Prof, Dr.
Hadari Nawawi, 1993, Kepemimpinan Menurut
Islam, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, hal 29.
[3] Muhammad
Faiz Almath, 1995, 1100 Hadis Terpilih,
terjemah, A. Aziz Slim Basyarahil, Jakarta : Gema Insani Press, hal. 163
[5] Muhammad
Fuad Abdul Baqi, 1996, al Lu’lul wa al
Marjan, terjemah, H. Salim Bahreisy, Surabaya : Bina Ilmu, hal 27
[10] Syaikh Yusuf
An-Nabhawi, 2006, Ringkasan Riyadhush
Shalihin, Bandung : Irsyad Baitus Salam, hal 302
Tidak ada komentar:
Posting Komentar