MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Madzab Tafsir
Dosen pengampu:
Istianah, M.Ag
Disusun
Oleh:
AKMAD SYAIFUDDIN
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS (STAIN)
JURUSAN
USHULUDDIN /TH
I.PENDAHULUAN
Kaum
Muslimin memiliki tradisi yang khas dibandingkan umat agama lain yang memiliki
kitab suci. Alquran, sebagai kitab suci kaum Muslimin layaknya mata air yang
tidak kering. Darinya kaum Muslimin menimba berbagai hikmah yang diperlukannya
untuk menjalani kehidupan. Di dalam naungan Alquran, kreativitas keilmuan di
kalangan umat tumbuh dan berkembang dengan suburnya. Lahir kemudian
cabang-cabang ilmu keislaman yang telah beratus-ratus tahun memberikan manfaat
bagi peradaban manusia.
Salah satu cabang ilmu terpenting berkaitan
dengan Alquran adalah tafsir. Sejak zaman Nabi sampai sekarang, tradisi
penafsiran Alquran tidak pernah berhenti. Berbagai corak tafsir pun diproduksi
dari berbagai corak pemikiran. Sejarah mengenal berbagai macam corak penafsiran
baik yang semasa maupun berbeda zaman.
Termasuk madzahibut tafsir sendiri pertama
kali diperkenalkan oleh Ali Hasan Abdul Qadir yang menerjemahkan buku Die
Richtungen der Islamischen Koranauslegung karya Ignaz Goldziher ke dalam bahasa
Arab dengan tajuk Madzahib al-Tafsir al-Islami (1955).
Menurut penulis, munculnya madzahibut
tafsir merupakan sebuah keniscayaan sejarah. Sebab, setiap generasi ingin
selalu “megkonsumsi” dan menjadikanAlquran sebagai pedoman hidup, bahkan
kadang-kadang sebagai legitimasi bagi tindakan dan perilakunya. Penulis
mengafirmasi Ignaz Goldziher yang menyatakan bahwa setiap aliran pemikiran yang
muncul dalam sejarah umat Islam selalu cenderung untuk mencari legitimasi dan
justifikasi dari kitab sucinya (al-Quran)
Secara rinci, faktor-faktor yang menyebabkan munculnya madzhab-madzhab tafsir secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal (al-‘awâmil al-dakhiliyah) dan faktor eksternal (al-‘awâmil al-khârijiyah).[1]
Secara rinci, faktor-faktor yang menyebabkan munculnya madzhab-madzhab tafsir secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal (al-‘awâmil al-dakhiliyah) dan faktor eksternal (al-‘awâmil al-khârijiyah).[1]
II.RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
faktor – faktor dalam kontekstualnya?
2.
Dan
berbagai penafsirannya?
3.
Dan
apa obyek kajian madzahibut tafsir?
4.
Apa
aliran-aliran dalam tafsir tersebut?
5.
Dan
macam-macam metode dalam madzahibut tafsir?
III.PEMBAHASAN
1.Faktor- faktor dalam kontekstualnya.
Faktor internal adalah hal-hal yang ada di
dalam internal teks itu sendiri, yaitu:Pertama, kondisi teks Alquran itu
sendiri yang memungkinkan untuk dibaca secara beragam. Dalam hal ini dikenal
beberapa variasi bacaan Alquran yang dikenal dengan sab’atu ahruf.
Kedua, kondisi objektif dari
kata-kata (kalimah) dalam Alquran yang memang memungkinkan untuk ditafsirkan
secara beragam.
Ketiga, adanya ambiguitas makna dalam Alquran. Hal ini, misalnya disebabkan karena adanya kata-kata musytarak (bermakna ganda), ataupun terdapatnya kata-kata yang dapat diartikan secara hakiki maupun majazi.
Ketiga, adanya ambiguitas makna dalam Alquran. Hal ini, misalnya disebabkan karena adanya kata-kata musytarak (bermakna ganda), ataupun terdapatnya kata-kata yang dapat diartikan secara hakiki maupun majazi.
Sedangkan faktor eksternal adalah
faktor-faktor yang berada di luar teks Alquran, yaitu kondisi subjektif
penafsir, seperti kondisi sosio-kultural, politik, pra-konsepsi. Selain itu,
perspektif dan keahlian atau ilmu yang ditekuni oleh seorang mufasir juga
merupakan faktor yang cukup signifikan.
Sebagaimana terlihat di awal review
ini, kategorisasi yang dipilih oleh penulis didasarkan pada periodisasi kapan
tafsir diproduksi. Tampaknya pemilihan kategorisasi ini mengikuti apa yang
dilakukan oleh Muhammad Husain al-Dzahabi dalam kitab al-Tafsîr wa
al-Mufassirûn. Hanya saja, penulis mengkritik kategorisasi al-Dzahabi yang
dianggapnya menggunakan standar ganda. Di satu sisi al-Dzahabi mendasarkan pada
kronologi waktu, tetapi kemudian, di sisi lain ia menggunakan kategorisasi
berdasarkan kodifikasi.
Dalam masing-masing bab, penulis menyebutkan
rentang zaman yang dimasukkannya pada periode klasik, periode pertengahan, dan
periode kontemporer. Tafsir periode klasik adalah tafsir yang berkembang pada
masa Rasulullah hingga munculnya tafsir masa pembukuan (akhir masa Daulat Bani
Umayyah atau awal Daulat Bani Abbasiyah), yakni abad I H sampai abad II H.[2]
2.Dan berbagai penafsiranya
Penafsiran Rasulullah bisa berbentuk sunnah qawliyyah, sunnah fi’liyyah,
maupun sunnah taqririyyah. Penafsiran Nabi selalu dibantu oleh wahyu yang
merupakan salah satu makna kemaksuman Nabi. Apabila para sahabat tidak
mengetahui makna atau maksdu suatu ayat, mereka segera merujuk dan bertanya
kepada beliau. Namun hal ini tidak
berarti bahwa seluruh kandungan makna Alquran secara detil sudah dijelaskan
oleh Nabi, sebab banyak ayat Alquran yang belum sempat dijelaskan oleh Nabi dan
itu merupakan tugas bagi generasi berikutnya untuk menjelaskannya.
Setelah Nabi wafat, para sahabat
mereasa terpanggil untuk ambil bagian dalam menerangkan dan menjelaskan apa
saja yang mereka ketahui dan pahami mengenai Alquran. Mereka pada dasarnya
dapat memahami Alquran secara global berdasarkan pengetahuan mereka terhadap
bahasa Arab yang menjadi bahasa Alquran, sedang pemahaman mereka secara detil
atas Alquran memerlukan penjelasan dari Nabi berupa hadis-hadis, di samping
ijtihad mereka sendiri. [3]
Para sahabat tidak sama pengertian
dan pemahamannya terhadap Alquran, beberapa faktor, yaitu: 1) di dalam Alquran
terdapat lafazh-lafazh gharib dan musykil yang hanya dapat diketahui melalui
pemahaman atau penjelasan Nabi, 2) perbedaan penguasaan bahasa Arab, 3)
perbedaan dalam intensitasnya mendampingi Nabi, 4) perbedaan pengetahuan
tentang adat-istiadat orang jahiliyah, dan 5) perbedaan pengetahuan mengenai
orang-oragn Yahudi dan Nasrani di Jazirah Arb pada waktu diturunkan Alquran.
Sumber-sumber yang digunakan oleh para sahabat untuk menafsirkan Alquran adalah:
a. Alquran
b. Qiraah Syadzdzah
c. Hadis Nabi
d. Ijtihad.
b. Qiraah Syadzdzah
c. Hadis Nabi
d. Ijtihad.
Karakteristik
tafsir pada masa sahabat dapat disebutkan antara lain:
a. Belum menjadi sebuah karya tafsir yang utuh. Hanya ayat-ayat tertentu saja yang dianggap sulit pengertiannya yang diberi penafsiran.
a. Belum menjadi sebuah karya tafsir yang utuh. Hanya ayat-ayat tertentu saja yang dianggap sulit pengertiannya yang diberi penafsiran.
b. Tidak banyak terjadi perbedaan
c. Tafsir bersifat global (ijmali)
d. Membatasi penafsiran dengan penjelasan berdasar makna bahasa yang primer/pokok saja.
e. Tidak
ada penafsiran secara ilmi, fiqhi, dan madzhabi.
f. Belum ada pembukuan tafsir, meski terdapat manuskrip berupa catatan.
g. Merupakan bentuk perkembangan dari hadis, sebab tafsir pada mulanya hanya merupakan cabang dari hadis yang diriwayatkan dari Nabi mengenai hal-hal yang terkait dengan penafsiran Alquran. [4]
f. Belum ada pembukuan tafsir, meski terdapat manuskrip berupa catatan.
g. Merupakan bentuk perkembangan dari hadis, sebab tafsir pada mulanya hanya merupakan cabang dari hadis yang diriwayatkan dari Nabi mengenai hal-hal yang terkait dengan penafsiran Alquran. [4]
Para tokoh mufasir dari kalangan sahabat
dapat digolongkan dari beberapa segi:
a.
Ditinjau dari popularitasnya: tokoh mufasir
yang termasyhur ada 10 orang, yaitu: 1) Abu Bakar al-Shiddiq; 2) ‘Umar bin
al-Khaththtab, 3) ‘Utsman bin ‘Affan, 4) ‘Ali bin Abi Thalib, 5) Ibnu Mas’ud,
6) Ibnu ‘Abbas, 7) Ubay bin ka’ab, 8) Zaid bin Tsabit, 9) Abu Musa al-Asy’ari,
dan 10) Abdullah bin Zubair. Adapaun tokoh yang tidak begitu masyhur ada 6
orang, yaitu: 1) Anas bin Malik, 2) Abu Hurairah, 3) ‘Abdulah bin ‘Umar, 4)
Jabir bin Abdullah, 5) Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, dan 6) ‘Aisyah.
b. Ditinjau dari intensitas dan kuantitasnya: tokoh-tokoh yang banyak menafsirkan Alquran ada 4 orang, yaitu: 1) ‘Ali bin Abi Thalib, Abdullah Ibn ‘Abbas, 3) Abdullah Ibn Mas’ud, dan 4) Ubay bin Ka’ab. Sedangkan tokoh-tokoh yang relatif sedikit dalam penafsirannya terhadap Alquran di antaranya: 1) Zaid bin Tsabit, 2) Abu Musa al-Asy’ari, 3) Abdullah bin Zubari, 4) Abu Bakar, 5) Umar bin Khtaththab, 6) ‘Utsman bin Affan, 7) Anas bin Malik, 8) Abu Hurairah, 9) Abdullah bin ‘Umar, 10) Jabir bin Abdullah, 11_ Abdullah bin Amr bin Ash, dan 12) Aisyah.
b. Ditinjau dari intensitas dan kuantitasnya: tokoh-tokoh yang banyak menafsirkan Alquran ada 4 orang, yaitu: 1) ‘Ali bin Abi Thalib, Abdullah Ibn ‘Abbas, 3) Abdullah Ibn Mas’ud, dan 4) Ubay bin Ka’ab. Sedangkan tokoh-tokoh yang relatif sedikit dalam penafsirannya terhadap Alquran di antaranya: 1) Zaid bin Tsabit, 2) Abu Musa al-Asy’ari, 3) Abdullah bin Zubari, 4) Abu Bakar, 5) Umar bin Khtaththab, 6) ‘Utsman bin Affan, 7) Anas bin Malik, 8) Abu Hurairah, 9) Abdullah bin ‘Umar, 10) Jabir bin Abdullah, 11_ Abdullah bin Amr bin Ash, dan 12) Aisyah.
Sebagai
salah satu contoh penafsiran sahabat, diuraikan cukup lebar tentang tafsir yang
dikemukakan oleh Ibnu ‘Abbas, seorang sahabat yang diberi gelar turjumanul
quran. Di antara contohnya adalah ketika menafsirkan ayat idz antum muslimun
(Ali ‘Imran [3]: 80) dengan ayat Alquran surat al-Baqarah [2]: 132.
wur öNä.tãBù't br& (#räÏGs? sps3Í´¯»n=pRùQ$# z`¿ÍhÎ;¨Z9$#ur $¹/$t/ör& 3 Nä.ããBù'tr& Ìøÿä3ø9$$Î/ y÷èt/ øÎ) LäêRr& tbqßJÎ=ó¡B ÇÑÉÈ
80. Dan (tidak wajar pula baginya)
menyuruhmu menjadikan Malaikat dan Para Nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) Dia
menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?".
Al-Imron
:(80)
4Ó»urur !$pkÍ5 ÞO¿Ïdºtö/Î) ÏmÏ^t/ Ü>qà)÷ètur ¢ÓÍ_t6»t ¨bÎ) ©!$# 4s"sÜô¹$# ãNä3s9 tûïÏe$!$# xsù £`è?qßJs? wÎ) OçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÌËÈ
132. Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan
itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".Al-Baqarah: (132)
Pada
masa tabiin, aliran-aliran tafsir dikategorikan menjadi tiga kelompok:
a. Aliran Tafsir di Makkah, ditokohi oleh murid-murid Ibnu ‘Abbas, seperti: Said bin Jubair, Mujahid, ‘Atha bin Abi Rabah, Ikrimah maula Ibnu ‘Abbas, dan Thawus bin Kisan al-Yamani. Para tabiin ini meriwayatkan penafsiran Ibnu Abbas tentang hal-hal yang musykil kepada generasi berikutnya dan menambahkan pemahamannya. Aliran ini sudah mulai memakai dasar aqli (ra’yu).
b. Aliran Tafsir di Madinah
c. Aliran Tafsir di Iraq
a. Aliran Tafsir di Makkah, ditokohi oleh murid-murid Ibnu ‘Abbas, seperti: Said bin Jubair, Mujahid, ‘Atha bin Abi Rabah, Ikrimah maula Ibnu ‘Abbas, dan Thawus bin Kisan al-Yamani. Para tabiin ini meriwayatkan penafsiran Ibnu Abbas tentang hal-hal yang musykil kepada generasi berikutnya dan menambahkan pemahamannya. Aliran ini sudah mulai memakai dasar aqli (ra’yu).
b. Aliran Tafsir di Madinah
c. Aliran Tafsir di Iraq
Karakteristik tafsir pada masa tabiin secara
ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. belum terkodifikasi secara tersendiri
b. masih bersifat hapalan dan peiwayatan
c. sudah kemasukan riwayat-riwayat Israiliyat
d. sudah muncul benih-benih perbedaan madzhab
e. sudah banyak perbedaan pendapat antara penafsiran para tabiin dengan para sahabat.
a. belum terkodifikasi secara tersendiri
b. masih bersifat hapalan dan peiwayatan
c. sudah kemasukan riwayat-riwayat Israiliyat
d. sudah muncul benih-benih perbedaan madzhab
e. sudah banyak perbedaan pendapat antara penafsiran para tabiin dengan para sahabat.
Adapun
tokoh ahli tafsir di kalangan tabiin yang termasyhur dari Makkah antara lain
Mujahid ibn Jabbar (w. 103 H), Said in Jubair (w. 94 H), Ikrimah (w. 105 H),
Thawus bin Kisan al-Yamani (w. 106 H), serta ‘Atha` ibn Rabah al-Makki (w. 114
H).
Dari Madinah ada nama-nama seperti Abdurrahman ibn Zaid (w. 182 H), Malik bin Anas (w. 179 H), Hasan al-Bashri (w. 121 H), ‘Atha` bin Abi Muslim al-Hurani (w. 135 H),
Dari Madinah ada nama-nama seperti Abdurrahman ibn Zaid (w. 182 H), Malik bin Anas (w. 179 H), Hasan al-Bashri (w. 121 H), ‘Atha` bin Abi Muslim al-Hurani (w. 135 H),
Dan masih
banyak lagi.
Sedangkan dari Iraq dikenal nama-nama seperti Alqamah bin Qais (w. 102 H), al-Aswad ibn Yazid (w. 75 H), Ibrahim al-Nakha`i (w. 95 H), serta al-Sya’bi (w. 105 H)
Sedangkan dari Iraq dikenal nama-nama seperti Alqamah bin Qais (w. 102 H), al-Aswad ibn Yazid (w. 75 H), Ibrahim al-Nakha`i (w. 95 H), serta al-Sya’bi (w. 105 H)
Kelebihan
tafsir pada masa klasik secara umum adalah:
1) Tidakbersifatsektarian
2) Tidak banyak perbedaan pendapat mengenai hasil penafsirannya
3) Belum kemasukan riwayat-riwayat Israiliyyat yang dapat merusak aqidah Islam
1) Tidakbersifatsektarian
2) Tidak banyak perbedaan pendapat mengenai hasil penafsirannya
3) Belum kemasukan riwayat-riwayat Israiliyyat yang dapat merusak aqidah Islam
Sementara
kekurangannya, antara lain:
1) Belum mencakup seluruh penafsiran ayat Alquran
2) Penafsiran masih bersifat parsial
3) Pada masa tabiin sudah mulai besifat sektarian
4) pada masa tabiin sudah mulai kemasukan riwayat-riwayat israiliyyat.
1) Belum mencakup seluruh penafsiran ayat Alquran
2) Penafsiran masih bersifat parsial
3) Pada masa tabiin sudah mulai besifat sektarian
4) pada masa tabiin sudah mulai kemasukan riwayat-riwayat israiliyyat.
Signifikansi
kajian madzahibut tafsir yang disebutkan dalam buku ini antara lain:
1) Untuk membuka wawasan dan menumbuhkan sikap toleran terhadap berbagai corak penafsiran Alquran.
2) Untuk mengembangkan dan menyadarkan adanya pluralitas dalam penafsiran Alquran.
3) Untuk menghindarkan sikap taqdis al-afkar.
1) Untuk membuka wawasan dan menumbuhkan sikap toleran terhadap berbagai corak penafsiran Alquran.
2) Untuk mengembangkan dan menyadarkan adanya pluralitas dalam penafsiran Alquran.
3) Untuk menghindarkan sikap taqdis al-afkar.
2.
Periode Pertengahan
Tafsir
pada periode pertengahan memiliki karakteristik antara lain:
1) Pemaksaan gagasan asing ke dalam penafsiran Alquran
2) Banyaknya pengulangan (al-tikrar) dan bertele-tele (al-tathwil)
3) Bersifat atomistik (parsial)
1) Pemaksaan gagasan asing ke dalam penafsiran Alquran
2) Banyaknya pengulangan (al-tikrar) dan bertele-tele (al-tathwil)
3) Bersifat atomistik (parsial)
Sedangkan
corak yang mewarnai perode ini adalah:[5]
1) Tafsir Corak Fikih
2) Tafsir Corak Teologis
3) Tafsir Corak Sufistik
4) Tafsir Corak Falsafi
5) Tafsir Corak ‘Ilmi
1) Tafsir Corak Fikih
2) Tafsir Corak Teologis
3) Tafsir Corak Sufistik
4) Tafsir Corak Falsafi
5) Tafsir Corak ‘Ilmi
3.Dan apa kajian obyek madzahibut tafsir
Dalam persepektif filsafat ilmu,suatu
pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu,jika ia memiliki objek kajian tersendiri dan mempunyai epistimologi
yang jelas,sehingga dapat diferifikasi
dan difalfikasi secara jelas.Aadapun objek kajian madzib tafsir dapat dipetakan
menjadi dua,yaitu obyek material dan obyek formal.
1.Objek
material
Oyek material adalah bidang penyelidikan
sebuah ilmu yang bersangkutan.Maka objek material dari kajian madzib Al-tafsir adalah data-data sejarah yang
berupa produk-produk tafsir-tafsir dan sejarah penulisan yang sudah muncul
sejak zaman Nabi SAW,sampai sekarang.
2.Objek
formal
Objek formal adalah sudut dari mana sebuah
ilmu pengetahuan memandang objek material yang satu dan sama bias dipelajari
oleh berbagai ilmu pengetahuan yang masing-masing memandang objek itu dari
sudut yang berlainan.Maka dalam hal ini dapat dikatakan bahwa objek formal dari kajian madzibut
tafsir ,yakni kecenderungan,corak aliran-aliran,pendekatan-pendekatan penafsir
yang muncul sejak al-Qur’an itu ditafsirkan dan di konsumsi oleh para mufasir
dan umat Islam secara umum.. [6]
4.Dan apa aliran-aliran dalam tafsir
tersebut
Secara garis besar,bahwa tafsir dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian,tafsir yang terpuji dan tafsir yang tercela.Beberapa
aliran tafsir adalah sebagai berikut:
a.Aliran Ahlusunnah
Ahlusunnah dalam menetapkan aqidah,mereka
menempuh jalan memadukan antara aqal dengan naql.Golongan ini mengikuti jejak
Iman Abu Hasan Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturudi serta tokoh-tokoh yang
mengikuti metode dan cara keduanya.Ada beberapa prinsip yang digunakan oleh
kaum Ahlus Sunnah dalam mensikapi ayat-ayat Al-Qur’an adalah:
1.Dalam
prinsip-prinsip aqidah selalu berpegang teguh pada ayat Kitabullah dan Sunnah.
2.Mengimani
bahwa al-Qur’an adalah Kalamullah baik huruf ataupun maknaya,berasal dari Allah
dan kepada-Nya akan kembali; yang diturunkan,dan bukan makhluk.Allah
mempirmankannya denagan sebenar-benarnnya dan mewahyukannya melalui jibril lalu
jibril a.s turun dengannya untuk sampaikan kepada Muhammad SAW.
3.Ahlus
Sunnah wal Jama’ah tidak memperbolehkan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an denagan
pendapat (logika)semata,karena hal itu termasuk mengatakan tentang Allah tanpa
dasar ilmu bahkan hal itu termasuk perbuatan syaitan.
b.Aliran
Mu’tazilah
prinsip-prinsip tersebut adalah:
1.Tauhidullah
2.Keadilan
3.Al-Manzilah
baina al-Manzilatin
4.Amar
ma’ruf nahi munkar
b.Aliran
Syiah
Prinsip-prinsip yang mereka pegang
adalah:Tauhid (at-tauhid),keadilan (al-adl), kenabian (an-nubuwwah), dan
kepemimpinan (al-imamah). Beberapa tafsir dari aliran Syiah adalah:
1.Tafsir
Hasan al- Askari,disusun oleh Abu Muhammad al- Hasan bin Ali al- Hadi Muhammad
al-Jawad
2.Tafsir
Iman Ali bin Ibrahim al-Qumi
3.Tafsir
Iman Ibrahim bin Muhammad bin Said bin Hilal.[7]
5.Macam-macam metode dalam madzahibut
tafsir
1.Metode tahlili
Metode tahlili
adalah:Secara etimologis,metode tahlili berarti menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an
dengan meneliti aspeknya dan menyingkapi seluruh maksudnya dari uraian makna
kosa kata,makna kalimat,maksud setiap ungkapan ,kaitan antar pemisah
(munasabat).
2.Metode
Ijmali
Metode
ijmali (global)ialah metode yang mencoba menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secar
ringkas dan padat ,tetapi mencangkup (global)Metode ini meluas setiap ayat
al-Qur’an dengan sangat sederhana.
3.Metode
Muqaran
Metode
Muqaran adalah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan merujuk kepada
penjelasan-penjelasan para mufasir,langkah-langkah yang ditempuhinnya
menggunakan metode sebagai berikut:
a.Menggunakan
sejumlah ayat al-Qur’an
b.Mengemukan
penjelasan para mufasir baik dari kalangan salaf atau kalangan khalaf baik tafsirnya bercorak bi al-ma’stur atau bi
ar-ar’yi.
c.Menjelaskan
siapa diantara mereka yang penapsiranya mempengaruhi secara subjektif oleh madzab tertentu. [8]
IV.KESIMPULAN
Kaum Muslimin memiliki tradisi yang khas
dibandingkan umat agama lain yang memiliki kitab suci. Alquran, sebagai kitab
suci kaum Muslimin layaknya mata air yang tidak kering. Darinya kaum Muslimin
menimba berbagai hikmah yang diperlukannya untuk menjalani kehidupan. Di dalam
naungan Alquran, kreativitas keilmuan di kalangan umat tumbuh dan berkembang
dengan suburnya. Lahir kemudian cabang-cabang ilmu keislaman yang telah
beratus-ratus tahun memberikan manfaat bagi peradaban manusia.
Salah
satu cabang ilmu terpenting berkaitan dengan Alquran adalah tafsir. Sejak zaman
Nabi sampai sekarang,
Termasuk
madzahibut tafsir sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Ali Hasan Abdul Qadir
yang menerjemahkan buku Die Richtungen der Islamischen Koranauslegung karya Ignaz
Goldziher ke dalam bahasa Arab dengan tajuk Madzahib al-Tafsir al-Islami.
V.DAFTAR
PUSTAKA
Anwar,Rosihun,Ilmu
Tafsir.Bandung :Pustaka Setia.2000,hal .159.
Basuni
Faudah,Tafsir –tafsir al-Qur’an (perkembangan dengan metodologi tafsir).Bandung:Pustaka.1987,hal.56
http/madzahibut-tafsir.html,di
download 27/05/2008
[1] Op.cit hal.55
[2] Op.cit hal.65
[3] http/madzahibut-tafsir.html,di
download 27/05/2008
[4] Op.cit
hal.43-44
[5] http/madzahibut
-tafsir.html,di download 27/05/2008
[6] Basuni Faudah,Tafsir
–tafsir al-Qur’an (perkembangan dengan metodologi tafsir).Bandung:Pustaka.1987,hal.56.
[7] Op.cit hal.113
[8] Anwar,Rosihun,Ilmu
Tafsir.Bandung :Pustaka Setia.2000,hal .159.