Selasa, 20 November 2012

RUANG LINGKUP MADZAHIB TAFSIR


MAKALAH


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Madzab Tafsir
Dosen pengampu: Istianah,  M.Ag


Disusun Oleh:
AKMAD SYAIFUDDIN

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS (STAIN)
JURUSAN USHULUDDIN /TH



I.PENDAHULUAN
     Kaum Muslimin memiliki tradisi yang khas dibandingkan umat agama lain yang memiliki kitab suci. Alquran, sebagai kitab suci kaum Muslimin layaknya mata air yang tidak kering. Darinya kaum Muslimin menimba berbagai hikmah yang diperlukannya untuk menjalani kehidupan. Di dalam naungan Alquran, kreativitas keilmuan di kalangan umat tumbuh dan berkembang dengan suburnya. Lahir kemudian cabang-cabang ilmu keislaman yang telah beratus-ratus tahun memberikan manfaat bagi peradaban manusia.
Salah satu cabang ilmu terpenting berkaitan dengan Alquran adalah tafsir. Sejak zaman Nabi sampai sekarang, tradisi penafsiran Alquran tidak pernah berhenti. Berbagai corak tafsir pun diproduksi dari berbagai corak pemikiran. Sejarah mengenal berbagai macam corak penafsiran baik yang semasa maupun berbeda zaman.
    Termasuk madzahibut tafsir sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Ali Hasan Abdul Qadir yang menerjemahkan buku Die Richtungen der Islamischen Koranauslegung karya Ignaz Goldziher ke dalam bahasa Arab dengan tajuk Madzahib al-Tafsir al-Islami (1955).
    Menurut penulis, munculnya madzahibut tafsir merupakan sebuah keniscayaan sejarah. Sebab, setiap generasi ingin selalu “megkonsumsi” dan menjadikanAlquran sebagai pedoman hidup, bahkan kadang-kadang sebagai legitimasi bagi tindakan dan perilakunya. Penulis mengafirmasi Ignaz Goldziher yang menyatakan bahwa setiap aliran pemikiran yang muncul dalam sejarah umat Islam selalu cenderung untuk mencari legitimasi dan justifikasi dari kitab sucinya (al-Quran)
Secara rinci, faktor-faktor yang menyebabkan munculnya madzhab-madzhab tafsir secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal (al-‘awâmil al-dakhiliyah) dan faktor eksternal (al-‘awâmil al-khârijiyah).[1]



II.RUMUSAN MASALAH
1.         Bagaimana faktor – faktor dalam kontekstualnya?
2.         Dan berbagai penafsirannya?
3.         Dan apa obyek kajian madzahibut tafsir?
4.         Apa aliran-aliran dalam tafsir tersebut?
5.         Dan macam-macam metode dalam madzahibut tafsir?

III.PEMBAHASAN
1.Faktor- faktor dalam kontekstualnya.
 Faktor internal adalah hal-hal yang ada di dalam internal teks itu sendiri, yaitu:Pertama, kondisi teks Alquran itu sendiri yang memungkinkan untuk dibaca secara beragam. Dalam hal ini dikenal beberapa variasi bacaan Alquran yang dikenal dengan sab’atu   ahruf.
Kedua, kondisi objektif dari kata-kata (kalimah) dalam Alquran yang memang memungkinkan untuk ditafsirkan secara beragam.
Ketiga, adanya ambiguitas makna dalam Alquran. Hal ini, misalnya disebabkan karena adanya kata-kata musytarak (bermakna ganda), ataupun terdapatnya kata-kata yang dapat diartikan secara hakiki maupun majazi.
 Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berada di luar teks Alquran, yaitu kondisi subjektif penafsir, seperti kondisi sosio-kultural, politik, pra-konsepsi. Selain itu, perspektif dan keahlian atau ilmu yang ditekuni oleh seorang mufasir juga merupakan faktor yang cukup signifikan.
Sebagaimana terlihat di awal review ini, kategorisasi yang dipilih oleh penulis didasarkan pada periodisasi kapan tafsir diproduksi. Tampaknya pemilihan kategorisasi ini mengikuti apa yang dilakukan oleh Muhammad Husain al-Dzahabi dalam kitab al-Tafsîr wa al-Mufassirûn. Hanya saja, penulis mengkritik kategorisasi al-Dzahabi yang dianggapnya menggunakan standar ganda. Di satu sisi al-Dzahabi mendasarkan pada kronologi waktu, tetapi kemudian, di sisi lain ia menggunakan kategorisasi berdasarkan kodifikasi.
 Dalam masing-masing bab, penulis menyebutkan rentang zaman yang dimasukkannya pada periode klasik, periode pertengahan, dan periode kontemporer. Tafsir periode klasik adalah tafsir yang berkembang pada masa Rasulullah hingga munculnya tafsir masa pembukuan (akhir masa Daulat Bani Umayyah atau awal Daulat Bani Abbasiyah), yakni abad I H sampai abad II H.[2]

2.Dan berbagai penafsiranya
     Penafsiran Rasulullah bisa berbentuk sunnah qawliyyah, sunnah fi’liyyah, maupun sunnah taqririyyah. Penafsiran Nabi selalu dibantu oleh wahyu yang merupakan salah satu makna kemaksuman Nabi. Apabila para sahabat tidak mengetahui makna atau maksdu suatu ayat, mereka segera merujuk dan bertanya kepada beliau.  Namun hal ini tidak berarti bahwa seluruh kandungan makna Alquran secara detil sudah dijelaskan oleh Nabi, sebab banyak ayat Alquran yang belum sempat dijelaskan oleh Nabi dan itu merupakan tugas bagi generasi berikutnya untuk menjelaskannya.
Setelah Nabi wafat, para sahabat mereasa terpanggil untuk ambil bagian dalam menerangkan dan menjelaskan apa saja yang mereka ketahui dan pahami mengenai Alquran. Mereka pada dasarnya dapat memahami Alquran secara global berdasarkan pengetahuan mereka terhadap bahasa Arab yang menjadi bahasa Alquran, sedang pemahaman mereka secara detil atas Alquran memerlukan penjelasan dari Nabi berupa hadis-hadis, di samping ijtihad mereka sendiri. [3]
Para sahabat tidak sama pengertian dan pemahamannya terhadap Alquran, beberapa faktor, yaitu: 1) di dalam Alquran terdapat lafazh-lafazh gharib dan musykil yang hanya dapat diketahui melalui pemahaman atau penjelasan Nabi, 2) perbedaan penguasaan bahasa Arab, 3) perbedaan dalam intensitasnya mendampingi Nabi, 4) perbedaan pengetahuan tentang adat-istiadat orang jahiliyah, dan 5) perbedaan pengetahuan mengenai orang-oragn Yahudi dan Nasrani di Jazirah Arb pada waktu diturunkan Alquran.

      Sumber-sumber yang digunakan oleh para sahabat untuk menafsirkan Alquran adalah:
a. Alquran
b. Qiraah Syadzdzah
c. Hadis Nabi
d. Ijtihad.
Karakteristik tafsir pada masa sahabat dapat disebutkan antara lain:
a.  Belum menjadi sebuah karya tafsir yang utuh. Hanya ayat-ayat tertentu saja yang dianggap sulit pengertiannya yang diberi penafsiran.

b. Tidak banyak terjadi perbedaan
c. Tafsir bersifat global (ijmali)
d.  Membatasi  penafsiran dengan penjelasan berdasar makna bahasa yang primer/pokok saja.
e.  Tidak ada penafsiran secara ilmi, fiqhi, dan madzhabi.
f.    Belum ada pembukuan tafsir, meski terdapat manuskrip berupa catatan.
g.    Merupakan bentuk perkembangan dari hadis, sebab tafsir pada mulanya hanya merupakan cabang dari hadis yang diriwayatkan dari Nabi mengenai hal-hal yang terkait dengan penafsiran Alquran. [4]
      Para tokoh mufasir dari kalangan sahabat dapat digolongkan dari beberapa segi:
a. Ditinjau dari popularitasnya: tokoh  mufasir yang termasyhur ada 10 orang, yaitu: 1) Abu Bakar al-Shiddiq; 2) ‘Umar bin al-Khaththtab, 3) ‘Utsman bin ‘Affan, 4) ‘Ali bin Abi Thalib, 5) Ibnu Mas’ud, 6) Ibnu ‘Abbas, 7) Ubay bin ka’ab, 8) Zaid bin Tsabit, 9) Abu Musa al-Asy’ari, dan 10) Abdullah bin Zubair. Adapaun tokoh yang tidak begitu masyhur ada 6 orang, yaitu: 1) Anas bin Malik, 2) Abu Hurairah, 3) ‘Abdulah bin ‘Umar, 4) Jabir bin Abdullah, 5) Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, dan 6) ‘Aisyah.
b. Ditinjau dari intensitas dan kuantitasnya: tokoh-tokoh yang banyak  menafsirkan Alquran ada 4 orang, yaitu: 1) ‘Ali bin Abi Thalib, Abdullah Ibn ‘Abbas, 3) Abdullah Ibn Mas’ud, dan 4) Ubay bin Ka’ab. Sedangkan tokoh-tokoh yang relatif sedikit dalam penafsirannya terhadap Alquran di antaranya: 1) Zaid bin Tsabit, 2) Abu Musa al-Asy’ari, 3) Abdullah bin Zubari, 4) Abu Bakar, 5) Umar bin Khtaththab, 6) ‘Utsman bin Affan, 7) Anas bin Malik, 8) Abu Hurairah, 9) Abdullah bin ‘Umar, 10) Jabir bin Abdullah, 11_ Abdullah bin Amr bin Ash, dan 12) Aisyah.
    Sebagai salah satu contoh penafsiran sahabat, diuraikan cukup lebar tentang tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu ‘Abbas, seorang sahabat yang diberi gelar turjumanul quran. Di antara contohnya adalah ketika menafsirkan ayat idz antum muslimun (Ali ‘Imran [3]: 80) dengan ayat Alquran surat al-Baqarah [2]: 132.
Ÿwur öNä.tãBù'tƒ br& (#räÏ­Gs? sps3Í´¯»n=pRùQ$# z`¿ÍhÎ;¨Z9$#ur $¹/$t/ör& 3 Nä.ããBù'tƒr& ̍øÿä3ø9$$Î/ y÷èt/ øŒÎ) LäêRr& tbqßJÎ=ó¡B ÇÑÉÈ  
80. Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan Malaikat dan Para Nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) Dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?".
Al-Imron :(80)
4Óœ»urur !$pkÍ5 ÞO¿Ïdºtö/Î) ÏmÏ^t/ Ü>qà)÷ètƒur ¢ÓÍ_t6»tƒ ¨bÎ) ©!$# 4s"sÜô¹$# ãNä3s9 tûïÏe$!$# Ÿxsù £`è?qßJs? žwÎ) OçFRr&ur tbqßJÎ=ó¡B ÇÊÌËÈ  
132. Dan Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".Al-Baqarah: (132)
     Pada masa tabiin, aliran-aliran tafsir dikategorikan menjadi tiga kelompok:
a.    Aliran Tafsir di Makkah, ditokohi oleh murid-murid Ibnu ‘Abbas, seperti: Said bin Jubair, Mujahid, ‘Atha bin Abi Rabah, Ikrimah maula Ibnu ‘Abbas, dan Thawus bin Kisan al-Yamani. Para tabiin ini meriwayatkan penafsiran Ibnu Abbas tentang hal-hal yang musykil kepada generasi berikutnya dan menambahkan pemahamannya. Aliran ini sudah mulai memakai dasar aqli (ra’yu).
b. Aliran Tafsir di Madinah
c. Aliran Tafsir di Iraq
Karakteristik tafsir pada masa tabiin secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.    belum terkodifikasi secara tersendiri
b.    masih bersifat hapalan dan peiwayatan
c.    sudah kemasukan riwayat-riwayat Israiliyat
d.    sudah muncul benih-benih perbedaan madzhab
e.    sudah banyak perbedaan pendapat antara penafsiran para tabiin dengan para sahabat.
    Adapun tokoh ahli tafsir di kalangan tabiin yang termasyhur dari Makkah antara lain Mujahid ibn Jabbar (w. 103 H), Said in Jubair (w. 94 H), Ikrimah (w. 105 H), Thawus bin Kisan al-Yamani (w. 106 H), serta ‘Atha` ibn Rabah al-Makki (w. 114 H).
   Dari Madinah ada nama-nama seperti Abdurrahman ibn Zaid (w. 182 H), Malik bin Anas (w. 179 H), Hasan al-Bashri (w. 121 H), ‘Atha` bin Abi Muslim al-Hurani (w. 135 H),
   Dan masih banyak lagi.
Sedangkan dari Iraq dikenal nama-nama seperti Alqamah bin Qais (w. 102 H), al-Aswad ibn Yazid (w. 75 H), Ibrahim al-Nakha`i (w. 95 H), serta al-Sya’bi (w. 105 H)
      Kelebihan tafsir pada masa klasik secara umum adalah:
1) Tidakbersifatsektarian
2) Tidak banyak perbedaan pendapat mengenai hasil penafsirannya
3) Belum kemasukan riwayat-riwayat Israiliyyat yang dapat merusak aqidah Islam
   Sementara kekurangannya, antara lain:
1)    Belum mencakup seluruh penafsiran ayat Alquran
2)    Penafsiran masih bersifat parsial
3)    Pada masa tabiin sudah mulai besifat sektarian
4)    pada masa tabiin sudah mulai kemasukan riwayat-riwayat israiliyyat.
    Signifikansi kajian madzahibut tafsir yang disebutkan dalam buku ini antara lain:
1)    Untuk membuka wawasan dan menumbuhkan sikap toleran terhadap berbagai corak penafsiran Alquran.
2)    Untuk mengembangkan dan menyadarkan adanya pluralitas dalam penafsiran Alquran.
3)    Untuk menghindarkan sikap taqdis al-afkar.
2.    Periode Pertengahan
    Tafsir pada periode pertengahan memiliki karakteristik antara lain:
1)    Pemaksaan gagasan asing ke dalam penafsiran Alquran
2)    Banyaknya pengulangan (al-tikrar) dan bertele-tele (al-tathwil)
3)    Bersifat atomistik (parsial)
    Sedangkan corak yang mewarnai perode ini adalah:[5]
1)    Tafsir Corak Fikih
2)    Tafsir Corak Teologis
3)    Tafsir Corak Sufistik
4)    Tafsir Corak Falsafi
5)    Tafsir Corak ‘Ilmi

          3.Dan apa kajian obyek madzahibut tafsir
    Dalam persepektif filsafat ilmu,suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu,jika ia memiliki objek kajian  tersendiri dan mempunyai epistimologi yang  jelas,sehingga dapat diferifikasi dan difalfikasi secara jelas.Aadapun objek kajian madzib tafsir dapat dipetakan menjadi dua,yaitu obyek material dan obyek formal.
1.Objek material
     Oyek material adalah bidang penyelidikan sebuah ilmu yang bersangkutan.Maka objek material dari kajian madzib  Al-tafsir adalah data-data sejarah yang berupa produk-produk tafsir-tafsir dan sejarah penulisan yang sudah muncul sejak zaman Nabi SAW,sampai sekarang.

2.Objek formal
     Objek formal adalah sudut dari mana sebuah ilmu pengetahuan memandang objek material yang satu dan sama bias dipelajari oleh berbagai ilmu pengetahuan yang masing-masing memandang objek itu dari sudut yang berlainan.Maka dalam hal ini dapat dikatakan   bahwa objek formal dari kajian madzibut tafsir ,yakni kecenderungan,corak aliran-aliran,pendekatan-pendekatan penafsir yang muncul sejak al-Qur’an itu ditafsirkan dan di konsumsi oleh para mufasir dan umat Islam secara umum.. [6]
          4.Dan apa aliran-aliran dalam tafsir tersebut
     Secara garis besar,bahwa tafsir dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,tafsir yang terpuji dan tafsir yang tercela.Beberapa aliran tafsir adalah sebagai berikut:
    a.Aliran Ahlusunnah
    Ahlusunnah dalam menetapkan aqidah,mereka menempuh jalan memadukan antara aqal dengan naql.Golongan ini mengikuti jejak Iman Abu Hasan Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturudi serta tokoh-tokoh yang mengikuti metode dan cara keduanya.Ada beberapa prinsip yang digunakan oleh kaum Ahlus Sunnah dalam mensikapi ayat-ayat Al-Qur’an adalah:
1.Dalam prinsip-prinsip aqidah selalu berpegang teguh pada ayat Kitabullah dan Sunnah.
2.Mengimani bahwa al-Qur’an adalah Kalamullah baik huruf ataupun maknaya,berasal dari Allah dan kepada-Nya akan kembali; yang diturunkan,dan bukan makhluk.Allah mempirmankannya denagan sebenar-benarnnya dan mewahyukannya melalui jibril lalu jibril a.s turun dengannya untuk sampaikan kepada Muhammad SAW.
3.Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak memperbolehkan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an denagan pendapat (logika)semata,karena hal itu termasuk mengatakan tentang Allah tanpa dasar ilmu bahkan hal itu termasuk perbuatan syaitan.
b.Aliran Mu’tazilah
    prinsip-prinsip tersebut adalah:
1.Tauhidullah
2.Keadilan
3.Al-Manzilah baina al-Manzilatin
4.Amar ma’ruf nahi munkar
b.Aliran Syiah
    Prinsip-prinsip yang mereka pegang adalah:Tauhid (at-tauhid),keadilan (al-adl), kenabian (an-nubuwwah), dan kepemimpinan (al-imamah). Beberapa tafsir dari aliran Syiah adalah:
1.Tafsir Hasan al- Askari,disusun oleh Abu Muhammad al- Hasan bin Ali al- Hadi Muhammad al-Jawad
2.Tafsir Iman Ali bin Ibrahim al-Qumi
3.Tafsir Iman Ibrahim bin Muhammad bin Said bin Hilal.[7]

        5.Macam-macam metode dalam madzahibut tafsir
1.Metode tahlili
Metode tahlili adalah:Secara etimologis,metode tahlili berarti menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan meneliti aspeknya dan menyingkapi seluruh maksudnya dari uraian makna kosa kata,makna kalimat,maksud setiap ungkapan ,kaitan antar pemisah (munasabat).
2.Metode Ijmali
Metode ijmali (global)ialah metode yang mencoba menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secar ringkas dan padat ,tetapi mencangkup (global)Metode ini meluas setiap ayat al-Qur’an dengan sangat sederhana.
3.Metode Muqaran
Metode Muqaran adalah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan merujuk kepada penjelasan-penjelasan para mufasir,langkah-langkah yang ditempuhinnya menggunakan metode sebagai berikut:
a.Menggunakan sejumlah ayat al-Qur’an
b.Mengemukan penjelasan para mufasir baik dari kalangan salaf atau kalangan khalaf  baik tafsirnya bercorak bi al-ma’stur atau bi ar-ar’yi.
c.Menjelaskan siapa diantara mereka yang penapsiranya mempengaruhi secara subjektif  oleh madzab tertentu. [8]

IV.KESIMPULAN
     Kaum Muslimin memiliki tradisi yang khas dibandingkan umat agama lain yang memiliki kitab suci. Alquran, sebagai kitab suci kaum Muslimin layaknya mata air yang tidak kering. Darinya kaum Muslimin menimba berbagai hikmah yang diperlukannya untuk menjalani kehidupan. Di dalam naungan Alquran, kreativitas keilmuan di kalangan umat tumbuh dan berkembang dengan suburnya. Lahir kemudian cabang-cabang ilmu keislaman yang telah beratus-ratus tahun memberikan manfaat bagi peradaban manusia.
Salah satu cabang ilmu terpenting berkaitan dengan Alquran adalah tafsir. Sejak zaman Nabi sampai sekarang,
Termasuk madzahibut tafsir sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Ali Hasan Abdul Qadir yang menerjemahkan buku Die Richtungen der Islamischen Koranauslegung karya Ignaz Goldziher ke dalam bahasa Arab dengan tajuk Madzahib al-Tafsir al-Islami.

V.DAFTAR PUSTAKA
Anwar,Rosihun,Ilmu Tafsir.Bandung :Pustaka Setia.2000,hal .159.
Basuni Faudah,Tafsir –tafsir al-Qur’an (perkembangan dengan metodologi tafsir).Bandung:Pustaka.1987,hal.56
http/madzahibut-tafsir.html,di download 27/05/2008









[1] Op.cit hal.55
[2] Op.cit hal.65
[3] http/madzahibut-tafsir.html,di download 27/05/2008
[4] Op.cit hal.43-44
[5] http/madzahibut -tafsir.html,di download 27/05/2008
[6] Basuni Faudah,Tafsir –tafsir al-Qur’an (perkembangan dengan metodologi tafsir).Bandung:Pustaka.1987,hal.56.
[7] Op.cit hal.113
[8] Anwar,Rosihun,Ilmu Tafsir.Bandung :Pustaka Setia.2000,hal .159.